Pages

Selasa, 08 Februari 2011

BEBERAPA "CLUE" TENTANG BATUAN DASAR

ANDANG BACHTIAR Jakarta, 2 Juni 2010 


1. Batuan dasar di tinggian punya kecenderungan berbeda litologinya dari yang di rendahan, terutama apabila kita berbicara regional graben & horst, dimana mekanisme naik turunnya batuan dasar itu diakibatkan oleh sesar normal bongkah. Secara teori, sesar selalu melewati bidang paling lemah dr batuan dasar; jika batuan dasarnya homogen mono-litologi: kecil skali kemungkinan berkembangnya bidang lemah tersebut; tetapi jika batuan dasarnya heterogen, maka di batas 2 litologi batuan dasarlah biasanya ditemukan bidang lemah itu. Hal ini juga berlaku apabila kita pertimbangkan juga aspek brittleness dan elasticity dr berbagai jenis litologi; yg apabila 2 litologi dg brittlenes/elasticity yang ekstrim berbeda berada sebelah menyebelah, maka besar kemungkinan di bidang batasnya kita dapatkan bidang lemah yang prone terhadap gerakan patahan. Bidang2 lemah itu akan menjadi bidang gelincir patahan apabila terjadi dinamika tekanan/stress/strain baik horisontal mendatar, naik, maupun vertikal turun. 

2. Apabila batuan dasar mengembangkan dirinya menjadi batuan reservoir baik melalui pembentukan rekahan (fracture) maupun pelapukan (weathered) maupun cucian (washed), maka hampir dapat dipastikan bahwa air formasi yg terkandung di dalamnya , bersama2 dg hidrokarbon, mempunyai salinitas relative rendah mencirikan lingkungan ubahan (bukan lingkungan asal) yg berasosiasi dg pemaparan batuan dasar tersebut ke air tanah. Hal ini menjadi suatu konsekwensi kewajaran, apabila kita perhatikan bahwa semua porositas (dan permeabilitas) yg berkembang di batuan dasar itu baru bisa direalisasikan apabila ybs terpapar di permukaan; bahkan untuk fracturing yg bersifat vertical sekalipun, dimana untuk mempertahankan fracture tsb tetap terbuka (dan tdk terisi mineralisasi) dibutuhkan kondisi minimum overburden stress. 

3. Seperti dituliskan oleh Tonkin dan Himawan (1999) terlampir, di banyak kasus: litologi batuan dasar dan positioningnya satu dg lainnya mengontrol pola sedimentasi (endapan2 synrift), mengontrol juga pembentukan trap (yaitu lewat reaktifasi patahan pada saat sedimentasi, maupun pinchout ke paleo-high membentuk strat trap), dan juga berpengaruh pada jalur migrasi migas sekunder. Dalam tulisan itu juga bisa kita ketahui bhw ternyata volcanic plug di basement level dapat menjadi feature yang memicu terbentuknya drape-structure yg akhirnya bisa menjadi trap migas. Demikian juga dg kasus dolomitic limestone yg menjadi batuan dasar dr TAF section di contoh kasus paper terlampir: bagian bawahnya dihiasi sinkholes dan struktur2 runtuhan yg mana kesemuanya membekas di struktur formasi Talang Akar di atasnya (sinkholes dan collapse structure menjadi low/syncline, sementara daerah bukit2 karst menjadi tinggian/anticline(?)) 

0 komentar:

Posting Komentar