Pages

Sabtu, 18 Desember 2010

EMHA AINUN NADJIB

1. kenapa kita tak bersedia merasa sebagai anak yang sedang belajar, sehingga ketidakmampuan itu wajar dan tak perlu ditutup-tutupi. Kenapa kita cenderung menciptakan diri menjadi nabi-nabi kecil yang bersabda dengan gagah perkasa

2. Tak seorang pun mampu mengada tanpa karena

3. Yang kita kehendaki dari anak-anak kita terutama adalah kepatuhan dan ketertiban dalam ukuran-ukuran kita sendiri. Kita kurang memiliki tradisi empati untuk membayangkan dan sampai batas tertentu membiarkan anak-anak kita menjadi diri mereka sendiri.

4. Sastra sekuler tidak otomatis steril dari Tuhan dan ketuhanan, seperti halnya atheism hanyalah tahap atau batas pengetahuan ketuhanan tertentu, atau kita tidak bias menyatakan, kita hidup di bumi dan Tuhan nun di sana. Semua terletak dalam ruang lingkup Tuhan. Oleh karena itu tidak usah kaget apabila menjumpai sebuah karya sastra sekuler tiba-tiba terasa sedemikian mendalam kadar Religiusitasnya.


5. Kesadaran wahid adalah proses perjalanan menuju Tuhan atau menempuh metode di dunia ini untuk tiba kembali pada-Nya. Manusia menempuh karier, meraih status, nama baik, dan hiasan harta benda, yang seluruhnya itu diorientasikan kepada penemuan Tuhan. Karier, nama baik, harta benda adalah tarikat menuju Tuhan, dan bukan Tuhan itu sendiri

6. Manusia mesti memutuskan sesuatu untuk menemukan dirinya kembali, memilih tempatnya berpijak, menentukan kedudukannya. Di tengah ilmu yang makin menumbuhkan ruh. Di tengah pengebirian agama, pendangkalan kebudayaan, ironi kenyataan yang palipurna, penindasan yang disamarkan, penjajahan dengan senyuman. Ini zaman darurat, apa yang bias kau perbuat? Mengubah masyarakat? Itu impian sekarat.

7. Kehidupan berhenti ketika seseorang memilih aman daripada gelisah dan resiko.

8. Proses apapun, apalagi perlawanan dan pembebasan, mestilah ditempuh dengan kerja keras terus-menerus, penguasaan atas segala yang diperlukan oleh proses itu, serta persediaan waktu yang tidak pendek.

9. Puisi bukan apa-apa. Ia hanya bikinan manusia. Sedang manusia bukan apa-apa, kecuali ia yang bekerja agar ia lebih dari sekedar bukan apa-apa. Apapun saja bukan apa-apa kecuali Tuhan.

10. Saudaraku, dimana saja aku adalah aku, sebagaimana di hutan pun engkau adalah engkau.

petroleum system

lamaru, pamaluan, naintupo, barat, banowati, sangkarewang, brown, pematang, kelesa, baong, bampo, telisa, gumai, lemat, karangsambung, tuban, ngimbang, kalibeng, bobonaro, cisubuh, klasafet, kola; bukan serpih2 lempung biasa;menyebut nama2nya-pun menggetarkan jiwa, membangkitkan gairah; menyanding2kan cerita, menelusuri sejarah; mematut di cermin2 petroleum system: antara sesumber dan penutupnya


-Dr Ir Andang Bachtiar, M.Sc-

GEOKIMIA MINYAK BUMI ROCK EVAL PYROLISIS

Rock-Eval Pyrolisis


           Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (kerogen) (Espitalie et al., 1977).
Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-parameter : 
a.      S1 (free hydrocarbon)
S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon)
b.      S2 (pyrolisable hydrocarbon)
S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock). 
c.       S3
S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.
d.      Tmax
Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel 3.4). Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik.  Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit  yang umum terdapat dalam batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).


GEOKIMIA MINYAK BUMI SUB MATERI TIPE KEROGEN

Tipe Kerogen

Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu  karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen

Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)
Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi(≥ l,5), dan O/C rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.
Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoondan danau.

Kerogen Tipe II (oil and gas prone)
Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 – 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 – 0,2). kerogen tipe ini dapat menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda – beda yaitu alga laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara material organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga zooplankton dan bakteri) bersama-sama dengan material allochton yang didominasi oleh material dari tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.
Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe II–S dengan persen berat belerang (S) organik 8 – 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).

Kerogen Tipe III (gas prone)
Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0) dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk membentuk gas (gas prone).

Kerogen Tipe IV (inert)
Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.



Sabtu, 27 November 2010

.Kenapa Banyak Sekali Orang2 yang Nyicil Simpati Kepada Setan?.

(Tulisan = Emha Ainun Nadjib)
.
.
.
Pertanyaan imajiner = Setan tuh ngapain aja sih ?.
.
Setan (tidak pernah cape'-cape'-nya)...BERUPAYA....(makin lama 
makin) PANDAI menggali PELUANG..............
Peluang untuk apa?
Peluang untuk MEMASUKKAN PARTIKEL2 ENERGI........................
....dan MEMASUKKAN PARTIKEL2 NILAI (Versi Setan tentunya)....
Kemana?..........................Kedalam PORI2 KEJIWAAN kita.
.
Pertanyaan imajiner = Kalau setan (tidak pernah cape') masuk2in
ENERGI dan NILAI (versi setan) terus-menerus kedalam..............
PORI2 KEJIWAAN,....lama2 kita bisa kebobolan dong...................
lalu.....keputusan-keputusan yg selama ini kita buat;.................
Siapakah SEBENARNYA yg menjadi DECISSION-MAKER?.


Emha Ainun Nadjib : Bakso Khalifatullah

Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobagnya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.
“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?” Ia tertawa. “Ia Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya” “Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya. “Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”. 

Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi. 

“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya”.



GEOLOGIST YANG BAIK DAN BENAR DAN KEREN DAN HEBAT DAN MANTAP DAN BESAR DAN SUKSES DAN CERDAS DAN TEKUN DAN PINTAR DAN TIDAK MUDAH PUTUS ASA DAN TIDAK MUDAH MENYERAH DAN SUNGGUH LUAR BIASA DAN JADI INSPIRASI BUAT SAYA!!!!

SUMBER ENCARTA,ENSIKLLOPEDIA


In 1989 Canadian geologist Charles Fipke discovered a rich diamond deposit far up in the treeless barren lands of Canada’s Northwest Territories. The find ignited a rush of expensive, high-tech prospecting which may permanently change the face of the region. But how did Fipke manage to find something that was buried below a vast and empty landscape where the few surface clues had been rearranged by glaciers? In this Discover article, freelance writer Kevin Krajick describes the discovery and explores the mix of science, detective work, and raw persistence that Fipke used to track diamonds across the north.

The Great Canadian Diamond Rush

By Kevin Krajick


Prof. Koesoemadinata: Sumber Energi Dan Sistim Penyimpanan Energi

Kalau sepuluh tahun lalu kata “reformasi” merupakan kata terpenting dalam obrolan maupun diskusi. Saat ini kata “energi” menjadi sebuah pemikiran yang penting. Namun terlalu banyak istilah atau jargon-jargon dalam dunia ilmiah memang sering membingungkan. Kalau keterusan mengundang perdebatan yang kurang bermanfaat. Nah beruntung Pak Professor Koesoemadinata sangat konsen dengan hal ini. Beliau meluruskan pengertian-pengertian yang berhubungan (blue) energi yang saya yakin akan berguna.
Berikut dongengan pak Koesoema tentang istilah-istilah dalam energi

SUMBERS ENERGI DAN SISTIM PENYIMPANAN ENERGI
(ENERGY SOURCE VS ENERGY STORAGE SYSTEM)

R.P.Koesoemadinata
Masalah Blue Energy tidak lepas dari adanya kekeliruan pemahaman antara Energy Source dengan Energy Storage.


Indeks Prestasi untuk apa ?

Buat pencari pekerja dan pencari kerja.
Pengalaman sepekan kemarin menjalankan tugas kantor mencari fresh graduate cukup mengasyikkan. Terutama melihat mahasiswi, juga mahasiswa lah yaw :P
:( “Wah pakdhe sepekan jalan-jalan lagi to ? Pantesan blognya ngga ke-update. Ngasih presentasi seminar juga ngga dhe ?”
:D “Wee, iki tugas kantor bukan jalan-jalan”
Rasanya ada yang perlu di”share” pengalaman ini. Baik buat yang akan menjalani interview mencari kerja maupun buat rekruiter mencari pekerja.
Mencari pekerja tentunya bukan sekedar mencari orang pinter juga bukan mencari orang yang bisa diperes tenaganya untuk membantu meningkatkan produksi. Dalam industri migas terutama EP (Eksplorasi dan Produksi) yang cukup unik dibanding industri lain misal pabrik, ataupun services. Mencari pekerja muda (fresh grad) adalah mencari orang yang siap dikembangkan dan nantinya bekerja dalam sebuah tim, serta harus berkarakter kuat. Karena nature pekerjaannya memerlukan strong character dalam berargumentasi ketika menjual idenya. Dan kebetulan tugas yang dilakukan kemarin adalah mencari geoscientist dan juga engineer.
Masalah yang sering kita perdebatkan adalah soal IPK (indeks prestasi komulatip) dan kemampuan dalam mengejar kesuksesan. Ah, rasanya terlalu jauh kalau saya berbicara kesuksesan, kita bicarakan saja soal IPK dan kemungkinan diterima dalam masuk kerja.

IPK untuk Fresh Graduate


IPK vs Soft Skill

Tulisan ini aku tulis sebelum melakukan rekruting dua pekan lalu. Ditulis di blogsebelah, tapi aku reposting disini untuk melengkapi diksusi soal IPK.
dg_banner1.pngLagi-lagi sebuah tulisan di Pikiran Rakyat (lihat dibawah sana) yang bikin jari-jari gatel untuk menanggapi )
Buat ndongeng sih kalau bisa simple saja, coba saja menggunakan teorinya orang mining (pertambangan) dalam mencari emas … gunakan “trace element” ! IPK hanyalah “trace element” bukan “the precious metal
( “Wah hebat dhe, teori pertambangan kok untuk njelasin pendidikan”
D “Prinsip ilmu iku lebih banyak menggunakan analogi thole”
( “Aku juga pakai analogi jawaban sebelahku kalau lagi test. Hasilnya memang jadi bagus Pakdhe”
D “Hush !! kuwi namanya kowe nyontek thole !”( “Lah, Pakdhe bilangnya simple aku ini masih mumeth mikirnya, dhe ?”:P
IPK dalam rekruitment pegawai. Sebagai seorang pengguna produk sekolahan (lulusan) maka aku masih menggunakan IPK dalam memilih pegawai. Tentusaja asumsinya IPK (Indeks prestasi komulatif) “berkorelasi positip” dengan kesuksesan, sehingga saya masih tetap akan menggunakan IPK sebagai parameter untuk seleksi. Walaupun kadangkala nilai koefisien korelasinya rendah, tetapi secara praktis parameter lebih mudah diukur dan lebih general. Karena softskill(yang menurut tulisan dibawah) isinya salah satunya kesopanan itu tidak terukur dengan mudah.
Mirip pemanfaatan mineral petunjuk (trace element) dalam teori geostatistik di pertambangan. IPK hanyalah “trace element” yang akan menunjukkan lokasi dimana (mungkin) akan dijumpai “precious metal (gold)”. Misalnya mencari emas ya cari saja trace-trace element untuk mencari emas. Trace element ini lebih mudah diukur, lebih murah biayanya dan dapat dilakukan dalam sampel yang buanyak.
tracer.jpgGold Trace Element atau trace metal adalah logam-logam yang sering dijumpai bersama-sama dengan emas. Keberadaan logam-logam ikutan yang lebih sering diketemukan dalam jumlah besar juga sering berasosiasi dalam bentuk mineral serta batuan tertentu. Trace-trace atau jejak-jejak ini lebih mudah diikuti dan lebih mudah dicari sebagai petunjuk dimana akumulasi emas berada.
Cara-cara ini lebih umum saat ini dilakukan karena biayanya mudah serta dengan adanya model geostatistik atau spatial statistic menjadikan pengenalan trace element (trace metal) atau juga trace mineral menjadi cara yang paling sering dilakukan dalam pertambangan.
Gambar di atas ini menunjukkan bagaimana distribusi atau penyebaranemas (Gold) yang terdapat dalam sebuah daerah yang diikuti oleh trace element warna biru. Ditempat yang banyak trace elemen warna birunya juga disitu terdapat konsentrasi emas, namun kebalikan dengan trace elementwarna merah. Dengan mengetahui distribusi warna merah dan warna biru, dapat diketahui dimana kira-kira terdapat kumpulan emas. Trace element ini mudah dijumpai mudah diukur dan ada di banyak tempat. Sehingga dapat dipakai sebagai petunjuk distribusi emas.
Apakah trace element (untuk emas) selalu benar menunjukkan dimana ada emas ?jelas tidak ! Tapi cara itu merupakan cara praktis yang mudah di audit dan dievaluasi untuk proses selanjutnya. Jelas harus diingat IPK ini salah satu parameter paling mudah “terukur”, mudah diperoleh (sudah tersedia) dan diketahui faktor relasinya dengan kemampuan seseorang.
Pehatikan salah satu kalimat di artikel itu, baca dibawah ini :
Quote Perolehan IPK tinggi mulai diragukan oleh banyak kalangan. Dampaknya, konsumen cenderung tidak terlalu bersemangat merekrut alumni PT yang IPK-nya terlalu tinggi. – end quote
Kalau hal diatas ini terjadi, yang keliru adalah yang mengeluarkan IPK. Hasil (angka) IPK semestinya mencerminkan kemampuan “Cognitive” lulusan. Jadi, para pengajar (dosen) mesti pinter memberikan nilai atau mengukur kemampuan muridnya, sehingga IPK menjadi lebih bermakna. Jangan menyalahkan banyaknya kalangan (misal rekruiter) yang salah telah menggunakan IPK dalam seleksinya. Lah kalau institusi pendidikannya ngga memberikan rangking lulusannya siapa lagi yang mesti melakukan ?
Mnurutku tulisan ini justru ditujukan (menjadi tantangan) buat institusi pendidikan supaya mampu memberikan IPK yang bener-bener mencerminkan kemampuan lulusannya. Bukan sekedar angka yang dicantumkan dalam kalung leher alumninya tanpa makna.
Barangkali ada beberapa softskill (affective +behavioral) yang dapat dimasukkan (ditempelkan) dalam memberikan nilai yang berdampak pada IPK, misalnya
- Salah satu test dilakukan dengan membuat program komputer atau memanfaatkan komputer (untuk menguji kemampuan komputer)
- Test (ujian) dengan cara dipresentasikan (menguji kecakapan komunikasi)
- Tugas (ujian) dilakukan dalam kelompok (menguji kemampuan berorganisasi/teamwork).
- dll
Orang tua masih menggunakan IPK untuk melihat kemajuan studi anaknya. Rekruiter masih mensyaratkan IPK dalam mencari pegawai baru. Jadi pak Asep (penulis artikel ini) juga kawan pendidik jangan salahkan kalangan masyarakat pengguna IPK kalau IPK tidak berarti. Justru saya berpikiran terbalik, tugas dan tantangan institusi pendidikan yang semestinya menjadikan IPK lebih berarti supaya ada gunanya. Saya sendiri tidak tahu apa tolok ukur kemajuan proses pembelajaran (”learning process“) di universitas / institusi pendidikan. Saya yakin IPK menjadi salah satu parameter utk melihat kemajuan-kemunduran proses pembelajaran.
Sebagai dasar uraian diatas aku tampilkan sedikit hasil baca-baca ttg pendidikan ksds (kalau salah dikoreksi saja). Dalam ilmu pendidikan yg pernah saya baca paling tidak ada 3+1 faktor utama kemampuan manusia… Cognitive, Affective, danBehavioral (kadang ditambah Brain sebagai fisik-nya). IPK memang mungkin hanya mengukur Cognitive saja, namun bisa saja ada faktor afektif yang masuk didalamnya. Sedangkan behavioral (perilaku) ini merupakan faktor yang akan juga mempengaruhi tingkat kesuksesan sesorang, hanya saja tidak ada atau sangat sulit mengukurnya. Ke 3+1 faktor ini akan saling mempengaruhi, semuanya menentukan tingkat kesuksesan seseorang.
Mudahnya pakai conto begini saja, bagaimana mengukur kesopanan dan keberanian mengeluarkan pendapat. Satu sisi diperlukan pendorong dilain sisi diperlukan penahan. Keduanya memang bisa complimentary (saling mengisi) tapi ketika masuk dalam sebuah community tertentu bisa-bisa malah dibaca kontradiksi.
MM dan MP
Saya pernah merasakan jadi MM (Mahasiswa Muda) ketika kuliah di Geologi UGM, dan juga pernah merasakan sebagai MP (Mahasiswa Pegawai) ketika sambil kerja ikutan kuliah lagi di Geofisika UI. Keduanya memiliki aspek pembelajaran tersendiri. Namun saya masih banyak menghargai MM yang dengan “culun”nya mengerjakan ketelitian angka hingga 0,000001 centimeter untuk menentukan posisi atau lokasi sebuah sumur migas. Penting buat mereka (MM) tentang ketelitian ini, walaupun sakjane “in the real world” tidak dipakai tapi bagi MM masa-masa itu perlu dilewati. menjadi MPpun jelas sangat berat saya rasakan. Bagaimana pulang kantor harus mengerjakan PeeR yang isinya teori-teori yang barangkali sangat sedikit saya pakai nantinya di kantor. Tetapi proses pembelajan ini menjadikan MP untuk selalu berpikir berdasar logika, berdasar pemikiran teoritis dan ilmiah. Bekerja secara real bukan hanya mengandalkan “rasa” atau intuisi saja, mesti ada teoritical background-nya. Pekerjaan selalu menuntut hasil kerja saya yang harus bisa dipertahankan nilai ilmiahnya juga.
Ijazah (gelar kesarjanaan) mungkin tidak berarti ketika bekerja, tetapi selama proses mendapatkan ijazah inipun sudah cukup banyak membekali anak didik (mahasiswa) ketika bekerja nantinya. Ijazah memang hanya sebagai bukti pencapaian, apapun proses yang dilaluinya. Mental “njujug” (jalan pintas) mendapatkan nilai ataupun ijazah ini memang menganggu. Seperti yang Pak Asep tuliskan bahkan dikomersialisasikan, ini memang memprihatinkan.
IPK masih penting untuk mahasiswa
Jadi saran bagi mahasiswa yg masih aktif di kampus … kejarlah IPK tinggi karena IPK itu merupakan password (keyword) yang akan membuka pintu karier. Namun setelah berada didalam ruang kerja, IPK (kunci) itu memang mungkin tidak terpakai lagi, kau harus menggunakan softskill itu. Itu hanyalah “rule of the game …. nothing more“.
Yang perlu hati-hati adalah ketika anda merupakan anggota dari anomali, baik anomali IPK tiggi maupun anomali IPK pas-pasan. Jangan menggunakan argumentasi anomali sebagai penarikan general trend
referensi : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/18/0901.htm IPK vs “Soft Skill” Oleh ASEP SUMARYANA

10 Risiko Terbesar Dalam Industri Migas

Siapa sih yang bilang industri migas tidak berrisiko ? Semua pasti tahu. Dan selalu saja berpikir bahwa sukses rasio ngebor sumur minyak itu 1:10. Artinyangebor sumur eksplorasi sampai sepuluh sumur yang dapat minyak atau gas cuman satu. Tapi dengan sukses rasio 10% segitu saja industri migas masih merupakan industri menggiurkan dan menguntungkan.
Tadi pagi sahabatku di mailist IndoEnergy memberitahukan ada artikel menarik yang ditulis oleh Rob Jessen, Global Oil & Gas Sector Leader, Ernst & Young di Journal Petroleum Technologi bulan July 2008. Rob menulisakan 10 risiko terbesar yang dihadapi industri migas saat ini.
Dan jangan kaget, ternyata risiko eksplorasi diatas tidak masuk dalam hitungannya.
Rob melakukan survey ini berdasarkan seleksi sesuai profesinya sebagai konsultan. Ke sepuluh risiko itu dibuat dalam 3 kategori ancaman utama seperti dalam gambar diatas, yaitu ancaman sektoral, ancaman operasional, dan ancaman yang bersifat makro. Sedangkan kesepuluh risiko-risiko itu adalah :

1. Kekurangan tenaga kerja – Human capital defisit

Ya kekurangan tenaga kerja. Saat ini hampir semua berteriak industri kekurangan tenaga kerja, terlebih-lebih tenaga di industri migas. Masih ingat kan tulisan lama disini : Bonus Masuk Kerja “Sejuta Dollar !!” dan Is the oil BOOM over ? (3) – The workforce challenge
:( “Tapi Pakdhe, kenapa di Indonesia masih sulit cari kerja ?”
:D “yang sulit itu mencari yang well trained atau experienced. Karena banyak yang kluar masuk sehingga perusahaan banyak yang enggan melakukan training”
Salah satu problem di Indonesia kenapa masih banyak yang pengangguran, barangkali antara lain karena kegagalan membuat proyek atau investasi. Barangkali juga mereka-mereka yang berpotensi mengeluarkan ide-ide proyek dan investasi ini sudah di”culik” oleh negara lain.  Sehingga di dalam Indonesia kekurangan orang yang mampu untuk “create” kerjaan. Ya kurang orang yang “membuat kerjaan“, lebih banyak yang menunggu hanya menjadi pekerja saja.

2. Fiskal terms yang memburuk – Worsening Fiscal Terms

Risiko perubahan fiskal term ini dihadapi perusahaan migas dimana-mana di dunia ini. Terutama banyaknya usaha migas yang di nasionalisasi. Indonesia sakjane malah diperbagus (dipermudah), walaupun ada sedikit goncangan dalam soal Cost Recovery. Tetapi semestinya akan banyak investor uang akan menuju ke Indonesia dibandingkan ke negara-negara lain.

3. Kontrol biaya (cost control)

Ini bukan sekedar karena adanya cost recovery yang dikontrol oleh government looh.Cost control ini artinya perusahaan minyak tidak lagi mampu mengontrol biaya yang diperlukan dalam melakukan kegiatannya. Salah satu misalnya meningginya harga biaya pengeboran karena sewa rig, maupun harga baja untuk kebutuhan pipa maupun konstruksi. Ketidak mampuan mengontrol ini tentusaja mempersempit ruang gerak industri migas.
Diperkirakjan harga serta biaya konstruksi saat ini meningkat hingga menyebabkan kenaikan 79% sejak tahun 2000, terutama sejak May 2005.

4. Perebutan cadangan (Competition for Reserves)

Perebutan cadangan ini banyak teradi setelah banyaknya NOC (National Oil Companies) berebut cadangan dengan IOC (International Oil Companies. Apa itu NOC-IOC, silahkan baca tulisan lama ini ( Sepintas mengenal IOC - International Oil Corporation - dan Pergeseran peran NOC (National Oil Corporation) dalam kancah global energi). Saat ini banyak NOC yang ikutan bereksplorasi ke negara-negara lain. Petronas (malaysia), Petrobras (brasil), CNOOC (Cina) dll banyak yang juga ikut-ikutan berebut untuk eksplorasi ke negeri-negeri diluar negara nya. Tentunya ini akan mengurangi porsi IOC.

5. Hambatan politik untuk akses cadangan (Political Constraints on Access to Reserves)

http://rovicky.files.wordpress.com/2008/03/noc_1.jpg?w=237&h=169
World control on oil reserves
Saat ini lebih dari 75 % cadangan migas dunia dikuasai oleh NOC, sehingga banyak IOC yang kebingungan mau investasi. Tentusaja mereka berebut tidak hanya karena semakin sedikitnya oportuunity tetapi juga karena banyak NOC yang ikutan beroperasi menyainginya. Selain itu juga karena nasionalisasi serta bentuk service contract yang lebih menyulitkan bagi IOC.
Selama ini hambatan ini memang bukan menjadi faktor yang dominan. Kali ini hanya masuk rangking ke lima sebelum faktor2 diatas. Namun soal politik ini akan secara langsung maupun tidak mempunyai kaitan dengan dua risk factor (2 dan4) sebelumnya. Artinya pergolakan politik masih harus diperhitungkan masak-masak.

6. Ketidakpastian kebijakan energi (Uncertainty Energy Policy)

Menurut Rob ini termasuk dalam ancaman makro, artinya bukan hanya sekedar kebijakan salah satu negara atau pemerintah saja. Yang dimaksud disini misalnya kesepakatan global tentang emisi carbon. Ketidak pastian jual beli karbon dsb.
Jadi ketidakpastian terjadi dengan adanya kebijakan EHS (Environment, Safety, Helth), Lingkungan, KEselamatan dan KEsehatan. Paling tidak disini akan bertarung antara kepentingan lingkunganis (enviromentalist) dengan economist, mana yang akan menang ?

7. Kejutan Kebutuhan (Demand Shocks)

Apabila terjadi krisi ekonomi global, maka bisa dipastikan terjadi gangguan kebutuhan energi termasuk didalamnya minyak dan gasbumi. Resesi global juga dapat saja menjadi trigger munculnya kejutan-kejutan baru yang mempengaruhi iklim investasi industri minyak dan gas bumi. Termasuk didalamnya terutama kejutan yang muncul dari China. Sepertinya banyak yang meragukan kemampuan China untuk terus maju dengan laju yang ada saat ini. Banyak yang ragu China mampu untuk terus berekspansi. Kita lihat saja !.

8. Perubahan Iklim (Climate Concern)

Ternyata global warming juga dikhawatirkan oleh para investor-investor migas ini. Namun mereka lebih yakin adanya kerancuan pengertian diantara kejikajan dunia dengan pendekatan ilmiah (scientific). Kemungkinan akan muncul surprise tentang apa yang bakalan terjadi. Bisa saja scientis yang percaya akibat natural, ataupun politisi awam yang terkejut ternyata tidak terjadi seperti yang diberitakan selama ini.
:( “Pakdhe,  apa jangan-jangan global warming itu hanya hoax ya ? Atau barangkali mirip Millenium Bug ? Dulu banyak mengeluarkan biaya milyaran, bahkan trilliunan dollar ternyata semua komputer di dunia aman-aman saja melewati tahun 2000 tuh :P “

9. Kejutan supplier (Supply Shock)

Tentunya ini bukan supllier barang-barang itu. Tapi supplier migas atau produsen migas. Misalnya perang di Timur Tengah yang mempengaruhi harga dalam beebrapa dekade lalu. Ataupun mungkin embargo minyak. Tentusaja yang dikhawatirkan adalah lonjakan harga yang tidak terkontrol. Karena semua akan terpengaruh oleh harga minyak.
Menurut sya salah satunya tentunya seandainya saja OPEC mampu mengontrol harga minyak seperti sebelumnya. Baca tulisan sebelumnya disini :Peran OPEC dalam “mengendalikan” harga minyak

10. Konservasi Energi (Energy Conservation)

Risiko terakhir ini konon dipicu oleh pendapat energy economist. Hemat energy selama ini sering ditinggalkan dalam mengkaji kebutuhan energi. Dan selama ini memang yang diuprek-uprek adalah dari disi supply.
Tentusaja di Indonesia sering terdengar himbauan penghematan energi. Termasuk dengan pengalihan hari kerja ke Sabtu-minggu sekali dalam sebulan itu. Tapi apakah kebijakan ini sudah tepat ? Ini yang perlu kita kaji ulang.
:( “Lah iya Pakdhe saja malah bilang Wapres salah itung kaliii
Namun menurut para energy economist ini, potensi penghematan sangat besar terjadi di negara-negara berkembang (OECD). Karena memang mereka saat ini pengguna terbesar dan terboros perkapitanya.

Risiko itu dinamis

Perlu diketahui bahwa kesepuluh risiko ditas bukan untuk selamanya. Ini hanya snapshot saat ini saja. Risiko bukan sesuatu yang statis, sifatnya dinamis dan berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain, dan berubah sepanjang waktu.
:( “Jadi kalau kebutuhan tenaga kerja makin sulit brarti keenakan tuh pekerja-pekerja migas donk !”
:D “pada level tertentu sakjane ini menyagkut sektor energi secara global thole”
  • Reference “Top 10 Risks for the Oil and Gas Industry“, Rob Jessen, Global Oil & Gas Sector Leader, Ernst & Young. JPT, July 2008.