Pages

Senin, 09 Januari 2012

geologi regional pantai selatan JAWA

geologi regional pantai selatan JAWA


Pengangkatan Pegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah membentuk Cekungan Yogyakarta. Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas gunung api (Gunung) Merapi. Didasarkan pada data umur penarikhan 14C pada endapan sinder yang tersingkap di Cepogo, aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak ±42.000 tahun yang lalu; sedangkan data penarikhan K/Ar pada lava di Gunung Bibi, aktivitas gunung api tersebut telah berlangsung sejak 0,67 jtl. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculan kubah Gunung Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagian selatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga pernah terbentuk lembah datar tersebut, tersingkap endapan lempung hitam. Lempung hitam tersebut adalah batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api Gunung Merapi. Didasarkan atas data penarikhan 14C pada endapan lempung hitam di Sungai Progo (Kasihan), umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun. Endapan lempung hitam di Sungai Opak berselingan dengan endapan Gunung Merapi. Jadi data tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagai awal pengaruh pengendapan material Gunung Merapi terhadap wilayah ini. Di Sungai Winongo (Kalibayem) tersingkap juga endapan lempung hitam yang berselingan dengan lahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisi geologi daerah ini pada ±6210 hingga ±310 tl.


Gambar 2.1 Pegunungan Selatan

2.1 Geografi regional
Pegunungan selatan merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur dari barat dan timur, yang secara struktural deretan pegunungan tersebut terletak pada penampang utara sampai selatan. Pegunungan selatan ini berada di kabupaten Gunung Kidul. Kabupaten gunung kidul adalah sebuah kabupaten di provinsi daerah istimewa Jogjakarta, ibukotanya Wonosari. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, samudera Hindia di selatan, serta kabupaten Bantul dan Sleman di barat. Kabupaten Gunung Kidul terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di kecamatan gunung Kidul. Sebagian besar wilayah kabupaten ini berupa perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian dari Pegunungan Sewu. Sebagian dari wilayah Gunung Kidul merupakan daerah tandus, dimana pada musim kemarau sering terjadi kekeringan.

2.2 Fisiografi Pegunungan Selatan
Menurut deskripsi Pannekoek (1949), fisiografi Pegunungan Selatan Jawa, yang membujur mulai dari wilayah Jogyakarta di bagian barat hingga daerah blambangan di ujung timur Jawa Timur menampakkan bentukan plato sebagai hasil proses pengangkatan (Uplifted Peneplain) terhadap batuan berumur miosen. Sebagai akibat proses pengangkatan kawasan batu gamping yang berkembang dari pegunungan selatan khususnya di wilayah Gunung Kidul Wonogiri dan Pacitan, berkembang dari topografi Karst dengan system drainase bawah tanahnya, (Subterranean Drainage). Sementara itu, kenampakan platonyapun akhirnya berubah menjadi bukit-bukt kecil berbentuk kerucut (Conical Hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaran gelombang Samudra Hindia terus menerus membentuk lereng-lereng terjal (Cliff) yang dibeberapa tempat diselilingi oleh teluk-teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah kedalaman melalui lembah-lembah kering.
Di sisi utaranya perbukitan Gunung Sewu berbatasan dengan dua buah Ledok (Bassins) yaitu Ledok Wonosari dibagian Barat dan Ledok Baturetno di bagian timur. Ledok Wonosari hingga kini masih mempertahankan pola drainase aslinya dialiran sungai Oyo yang mengalir menembus tebing-tebing tinggi di ujung barat. Ledok Baturetno di daerah Wonogiri yang semula daerah hulu dari sebuah sungai yang mengalir ke selatan sebagaimana ditunjukkan melalui lembah Giritontro yang membelah Gunung Sewu ke arah Samudra Hindia akhirnya berubah menjadi anak sungai bagi Bengawan Solo yang hingga kini mengalir ke utara. Di sisi utara kedua Ledok terdapat punggungan-punggungan tinggi dengan sisa-sisa Planasinya yang tetap dipertahankan. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam (Steep Escartment), memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang dataran rendah dimana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa Gunung Api.
Mengenai umur pengangkatan pegunungan selatan Jawa, von koenigswald memperkirakan terjadi pada akhir Pleistocene bawah. Indikasi mengenai umur tersebut diperoleh di bagian kipas-kipas batu gamping gunung sewu, berupa sisa-sisa fauna Pleistocene bawah (tapirus dan rhinoceros) yang hidup pada daerah humid dengan kondisi lingkungan rawa. Hal ini membuktikan bahwa lokasi temuan tersebut pada waktu itu terletak di bagian rendah, yang kemudian terangkat sehingga aliran permukaannya hilang.
Tebing terjal di sepanjang sisi utara pegunungan selatan Jawa pada kenyataannya tidak memiliki kenampakan seperti garis lurus. Di beberapa bagian, khususnya di sebelah selatan gunung Lawu dan Wilis, terdapat ujung-ujung yang menjorok kea rah utara. Ujung kurva (“spur”) di selatan gunung Wilis bahkan mengarah jauh ke utara menembus tubuh Wilis tua dan kemudian tertutup oleh deposit volkanik, sedangkan di sebelah tenggara selatan gunung Lawu, bagian utara dari “spur” merupakan blok terpisah yang membentuk gunung Gijono. Secara keseluruhan, bagian tenggara gunung Wilis merupakan system lembah yang menyusup dari depresi tengah ke dalam zona plato ( di dekat kota tulung agung).
Bagian dasarnya merupakan lembah-lembah lebar yang sebagian besar tertutup dan tenggelam di bawah sedimen, membentuk bentangan sedemikian rupa dari depresi tengah kea rah selatan. Sebagai akibatnya, zona plato (pegunungan selatan) seolah mundur ke arah selatan, menyisakan punggungan runcing dan rendah yang memisahkan sebaran lembah dengan Samudera Hindia ( di dekat teluk popoh ). Tampaknya telah terjadi amblesan di bagian ini yang memperendah dan mendorong pembentukan sistem lembah yang kemudian terisi sedimen. Bahkan pada saat ini bagian terluas dari dasar lembah telah tertutup oleh rawa yang luas (rawa bening). Ke arah timur dari teluk popoh, kenampakan pegunungan selatan berupa plato dengan kemiringan ke selatan, di beberapa tempat terdapat bukit-bukit kecil karst. Berbeda dengan di bagian barat, sisi utara pegunungan selatan di daerah ini relatif melandai, tidak dibatasi tebing terjal. Di sebelah selatan gunung semeru, zona selatan mengalami pemotongan oleh sebuah ngarai yang berkelok-kelok (sinuous canyon), yang sebagian terisi oleh alian volkanik Semeru. Di bagian ini juga terdapat lengkungan ke utara membentuk, sebuah “spur” seperti di sebelah selatan Wilis, dengan kurva yang lebih ramping dan memiliki kontur cekung.
Ujung dari rentangan plato selatan tampaknya terletak pada perlapisan di bawah dataran alluvial dari depresi melintang Lumajang. Pada paparan dangkal, di sebelah selatannya terdapat pulau Nusa Barung, yang tersusun atas batu gamping dengan sejumlah conical karstnya. Di sebelah timur dari depresi melintang lumajang, pegunungan selatan muncul lagi pada ketinggian Gunung Ketiri. Bagian ini dikepung oleh potongan-potongan terpisah massa batuan yang mencuat di atas dataran alluvial yang mengapitnya. Bagian terakhir dari pegunungan selatan, adalah semenanjung atau jazirah Blambangan yang terkesan aneh, tersusun atas plato batu gamping yang menampakkan kembali karakteristik zona plato selatan walaupun tingkat kelarutan batuannya kurang intensif dibandingkan dengan Gunung Sewu. Bagian ini tampaknya dibatasi oleh patahan-patahan di semua sisinya. Pada sisi baratnya terdapat pola kelurusan, segaris dengan pantai timur Jawa sepanjang selat bali, sedangkan batas luar sisi selatan dan timur lautnya ditandai oleh garis-garis kontur yang dalam dan lurus. Mesikpun secara fisiografis pulau Jawa berakhir di sini, bukan berarti bahwa zona tektonik dan fisiografi terhenti di sini pula. Karakter topografi yang sama ternyata muncul kembali di kepulauan Sunda Kecil yang membentuk semenanjung atau jazirah di selatan Bali, pulau Nusa Penida, dan barisan selatan Lombok.
Gambaran di atas merupakan gambaran fisiografi pegunungan selatan atau zona plato selatan Jawa bagian timur. Di sebelah utara zona ini terdapat zona tengah, yaitu zona depresi yang ditumbuhi oleh deretan gunung api. Pada dasarnya zona ini merupAKAN bagian lipatan yang lebih rendah disbanding dengan kedua zona yang mengapitnya, yang kemudian terisi oleh endapan hasil aktifitas gunung api membentuk kipas fluvial-vulkanik yang luas ke area sekelilingnya. Di beberapa tempat batuan dasar dari masa yang lebih tua tidak tertutup oleh endapan volkanik. Menurut Bemmelen (1949), pegunungan yang menjadi generasi pertama kala Pleistocene adalah gunung Wilis tua, Lawu tua, pegunungan iyang, dan gunung anjasmoro yang kini telah terkikis sehingga puncaknya menjadi teratur. Zona paling utara di bagian timur Jawa adalah zona lipatan yang terdiri atas pegunungan kendeng di selatan, perbukitan rembang di utara, dan dataran rendah di antara keduanya (periksa juga Watanabe dan Kadar, 1985). Dataran rendah ini dikenal sebagai depresi randubelatung.

2.3 Lithostratigrafi
Urutan lithostratigrafi daerah penelitian dimulai dari batuan-batuan yang paling tua adalah dari formasi semilir, yang terdiri dari perselingan breksi tufa, breksi batu gamping, tufa dasit, tufa andesit, serta batu lempung tufaan. Formasi semilir bersilang dari bawah permukaan dengan batu gamping, batu pasir napalan dan napal dari formasi sentolo.
Di atas formasi semilir diendapkan secara slearas breksi andesit, batu pasir, breksi batu lempung, dan batu pasir dari formasi nglanggran. Di atas formasi nglanggran diendapkan secara tidak selaras setempat-setempat batuan-batuan dari formasi sambipitu, yang terdiri dari perselingan batu pasir dan serpih, kadang-kadang banyak dijumpai batu lanau, batu lempung, dan batu lempung kerikilan.
Di atas batuan-batuan ini diendapkan secara selaras batuan-batuan dari formasi oyo yang terdiri dari kalkarenit, kalsirudit, dan napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai umur miosen bawah bagian akhir sampai miosen atas bagian akhir. Di atas batuan-batuan tersier tersebut secara tidak selaras diendapkan alluvial yang berumur denga endapan vulkanik merapi muda. Endpan-endapan tersebut dari pasir, lanauan, pasil kerikilan, lanau, dan lempung yang merupakan endapan pada system sungai. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah sesar geser dan sesar normal. Struktur kekar erkembang pada batuan batuan yang berumut tersier.
Daerah pengisian (recharge area) terdapat pada tubuh dan kaki dalam Gunung Merapi, sedangkan daerah penelitian merupakan daerah luahan (discharge area). Batuan – batuan yang berumur tersier di daerah penelitian, mempunyai permeabilitas sangat kecil sehingga dalam hal ini dianggap sebagai batuan dasar. Batuan – batuan ini pada umumnya mempunyai produktivitas sangat kecil. Di beberapa tempat muncul mata air dengan debit di bawah 0,5 liter/detik, biasanya air tanah tersebut hanya dapat dipakai untuk keperluan rumah tangga saja. Air tanah pada batuan – batuan ini menempati zona pelapukannya.

Cekungan Jawa

Cekungan Jawa

Berbicara mengenai petroleum geology di daerah jawa maka nantinya akan dijumpai berbagai cekungan yang ada di sepanjang pulau ini. Dari beberapa cekungan tersebut ada yang telah di lakukan eksplorasi dan ada yang belum atau sedang dalam proses penelitian. Untuk wilayah cekungan di pulau jawa ini pada umumnya dibagi menjadi lima daerah cekungan, antara lain akan dijabarkan sebagai berikut :

Cekungan Sunda dan Asri (Sunda and Asri Basins)
Cekungan sunda adalah perpanjangan dari cekungan jawa bagian utara atau disebut dengan asri subbasin. Cekungan sunda merupakan cekungan yang terbentuk relative kecil pada masa kenozoikum.  Cekungan sunda merupakan berasal dari back-arc deposentrum atau disebut dengan bagian belakang busur deposentrum pulau Jawa. Dari persepektif hasil eksplorasi, cekungan sunda yang matang merupakan cekungan yang teristimewa. Dari hasil explorasi di daerah Widuri dan lapangan lain yang serupa di bagian utara sub cekungan asri (1980-an  hingga 1990-an)  menunjukkan bahwa dalam reservoar didalam sub Asri bagian utara (reservoir Talang Akar) akan lebih bisa kembali ditemukan akan potensi keberadaan minyak bumi. Bagian timur sub cekungan Asri jarang untuk dilakukan ekplorasi pengebaoran secara luas. Karena semenjak awal adanya syn-rift  didaerah tersebut. Dan untuk mengetahui adanya potensi yang ada didaerah tersebut maka membutuhkan evaluasi lebih lanjut dalam bidang eksplorasi.

Cekungan Jawa Barat Laut (Northwest Java Basin)
Cekungan ini merupakan cekungan belakang busur yang sangat luas dan rumit, yang dimana bagian utara hingga selatannya terdiri dari orientasi sejumlah bentukan struktur halfgraben. Sub-cekungan ini terletak di tepi selatan dari platform Sunda (Reksalegora et al., 1996). Cekungan Jawa Barat Utara memiliki akumulasi Hidrokarbon berlimpah, dan minyak dan gas bumi yang dimana reservoarnya bertumpukan dengan volkanik klastik, karbonatan, dan lapisan coarsesiliciclastic (Noble et al., 1997).
Cekungan Jawa Barat Utara sekarang telah dianggap mature, dengan pembagian untuk bagian atasnya yaitu berupa pasir dari formasi Talang Akar dan diatasnya ditambah dengan karbonat pada jaman Miosen sepenuhnya. Pertimbangan mengenai potensi yang ada didaerah tersebut cukup kecil hingga menengah dan dapat tetap berada dalam pembentukan Jatibarang syn-rift Posisinya lebih rendah dari formasi Talang Akar, dan terletak didalam karbonat formasi Batu raja.


Gambar 1. NW Java Basin dan Sunda asri basin (Suryono et all,2005)
Gambar 2. North West Java Stratigrafi (Noble et all,1997)
Cekungan Jawa Timur (East Java Basin)
Cekungan Jawa Timur adalah merupakan cekungan yang paling struktural dan memiliki stratigrafi yang  kompleks dari cekungan belakang busur Indonesia. Dalam hal fasies reservoar, yang berkisar dari Eosen yang berupa bentukan non-pasir laut hingga Volkaniklastik jaman Pleistosen. Cekungan Jawa Timur dalam hal sistem minyak bumi, adalah salah satu cekungan yang paling beragam. Hal ini dilihat dari  gambar yang dihasilkan oleh skema lithostratigrafi sangat beragam pada cekungan yang ada di Jawa Timur.
Meskipun cekungan Jawa Timur telah banyak dieksplorasi, potensi minyak masih tetap signifikan dan gas ditemukan di daerah syn-rift klastik Eosen, facies laut dalam Ngrayong pasir, Kujung Rancak reefs, Pliosen Mundu globigerinid batugamping, dan Pleistosen vulkanokalstik.
Dalam mengembangkan infrastruktur dengan mendekati pasar industri perminyakan di Jawa Timur maka akan menyerap setiap penemuan baru. Cekungan Jawa Timur adalah daerah yang paling dicari di Indonesia untuk penawaran areal lahan perminyakan dalam lima tahun terakhir ini, sehingga menjadikan daerah tersebut menjadi tempat "panas" dalam eksplorasi.
  
Gambar 3. Posisi East Java Basin (Kusumastuti et all,2000)




Gambar 4. Stratigrafi east java basin (courtesy of Santos Sampang)

Cekungan Jawa Barat Daya (Southwest Java Basin)
Cekungan ini telah dibor pada sumur Ujung Kulon-1 (Amoco, 1970) dan Malingping -1 (British Gas, 1999). Dan hasilnya kedua lubang sumur yang dihasilkan kering. Cekungan ini memiliki sejarah yang rumit pasca-keretakan tektonik pada masa jaman Neogen. Adanya  Formasi  Eosen Bayah dan Formasi Eosen Ciletuh arenites pada formasi jaman Eosen menunjukkan adanya reservoir yang baik (Keetley di al., 1997; Schiller et al, 1991.). Meskipun tidak terdapat pada endapan danau (lacustrine affinity), formasi Bayah terdapat pada endapan delta di daerah Barat daya (SW) dari cekungan Jawa yang memberikan bukti untuk cekungan tersebut, dalam pengembangan reservoir dan source fasies di tahap syn-rift masih termasuk dari pegembangan bagian depan busur. Adanya pasir fan turbidit di Cekungan barat daya Jawa juga menunjukkan cekungan ini memiliki potensi reservoir yang baik. 







                             Gambar 5. Stratigrafi jawa barat daya( Keetly et all, 1997)
Gambar 6. Letak cekungan selatan jawa ( Keetly et all, 1997)

Cekungan banyumas dan selatan jawa (Banyumas-South Central Java Basins)
Sejumlah rembesan minyak (oil seeps) dijumpai di daerah onshore Bayah. Sebuah peningkatan  pesat yang dijumpai dalam gradien geothermal di masa Piocene hingga Pleistosen (Soenandar, 1997). Hal tersebut juga sama seperti yang dijumpai di Cekungan Sunda, SubAsri, cekungan Jawa barat laut (NW java basins). Daerah Banyumas, cekungan Jawa Tengah bagian selatan dijumpai rembesan minyak. Rembesan minyak tersebut banyak yang muncul di daerah tersebut. Cekungan Banyumas telah di bor pada sumur Cipari-1 oleh BPM dan Karang Nangka-1, Gunung Wetan-1, Karang Gedang-1  oleh Pertamina.
Beberapa sumur dijumpai adanya keberadaan minyak dan gas. Sumur tersebut tidak bisa menembus lebih dalam dari horison Miosen akhir akibat adanya gangguan mekanis yang dihasilkan akibat adanya tekanan yang berlebih yang dihasilkan oleh serpih (overpressured shale).n Pada sumur Jati-1 (Lundin) yang sedang melakukan drilling didaerah tersebut dapat mengatasi kesulitan operasional ini, hal terebut dilakukan dengan mencoba untuk mengevaluasi bagian lebih dalam sampai Oligosen / Eosen dari dasar Gabon. Potensi reservoir akhir Miosen Halang-Rambatan dijumpai sand volkaniklastik, awal miosen dijumpai Kalipucang reefs, Oligo-Miosen Gabon dijumpai sand volkaniklastik, dan menengah Eosen pada endapan delta Nanggulan dijumpai quartzitic sand, mengalami fold dan fault  dalam waktu Miosen akhir. Potensi dari source pada akhir-tengah Eosen tengah daerah Nanggulan / Karangsambung shales (TOC sampai dengan 7,5%) dan awal Miosen bituminous shale Kalipucang / formasi Pemali (TOC sampai dengan 15,6%), hal tersebut bertahan hingga pada saat ini dalam mature window awal pertengahan (Muchsin et al., 2002).
Lepas pantai cekungan Selatan Jawa Tengah telah dibor oleh Alveolina-1 dan Borelis-1 (Jawa Shell, awal tahun 1970-an) daerah tersebut terletak di lepas pantai selatan Yogyakarta. Pada sumur Alveolina-1 dijumpai reservoir yang sangat baik dari Wonosari karbonat berumur tengah-akhir Miosen. Pada sumur Borelis-1 kehilangan reservoir akibat dari adanya perubahan fasies  menjadi serpih. Akibatnya kedua sumur kering karena tidak adanya pengisian Hidro karbon (Bolliger dan Ruiter, 1975).
Gambar 7. Daerah cekungan selatan jawa (after Bolliger dan Ruiter, 1975 )










Gambar 8. Hasil coring yang menunjukkan lithologi cekungan selatan jawa

GEOLOGI REGIONAL JEPARA JAWA TIMUR

GEOLOGI REGIONAL JEPARA JAWA TIMUR

II.1 Geologi Regional Daerah 

Secara geografis, wilayah Jepara, Propinsi Jawa Tengah terletak pada Jepara sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 110°9`48, 02" sampai 110°58`37,40" Bujur Timur, 5°43`20,67" sampai 6°47`25, 83" Lintang Selatan 

Dengan batas-batas : 

Sebelah Barat : Laut Jawa
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus & Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km Wilayah Kabupaten Jepara sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Jepara utara adalah 2000 - 2500 mm/tahun dan Jepara bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan.

A. Morfologi Daerah Jepara

Morfologi daerah Jepara berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:

a. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Jepara.

b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 - 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah Jepara.
c. Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah Jepara. 

d. Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Jepara.

e. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Jepara.

f. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah Jepara.

g. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Jepara.

B. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jepara terdiri dari wilayah terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan serta konservasi.

C. Susunan StratigrafiGeologi Kota Jepara berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Jepara (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :

1. Aluvium 
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.

2. Batuan Gunung Api 
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.

3. Formasi Jongkong 
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga). 

4. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.

5. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras.

6. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.

7. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni.

D. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Jepara umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.

GEOLOGI REGIONAL JEPARA

GEOLOGI REGIONAL JEPARA

II.1 Geologi Regional Daerah 

Secara geografis, wilayah Jepara, Propinsi Jawa Tengah terletak pada Jepara sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 110°9`48, 02" sampai 110°58`37,40" Bujur Timur, 5°43`20,67" sampai 6°47`25, 83" Lintang Selatan 

Dengan batas-batas : 

Sebelah Barat : Laut Jawa
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus & Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km Wilayah Kabupaten Jepara sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Jepara utara adalah 2000 - 2500 mm/tahun dan Jepara bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan.

A. Morfologi Daerah Jepara

Morfologi daerah Jepara berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:

a. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Jepara.

b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 - 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah Jepara.
c. Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah Jepara. 

d. Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Jepara.

e. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Jepara.

f. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah Jepara.

g. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Jepara.

B. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jepara terdiri dari wilayah terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan serta konservasi.

C. Susunan StratigrafiGeologi Kota Jepara berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Jepara (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :

1. Aluvium 
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.

2. Batuan Gunung Api 
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.

3. Formasi Jongkong 
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga). 

4. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.

5. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras.

6. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.

7. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni.

D. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Jepara umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.