Pages

Jumat, 22 April 2011

JOHN ARIO KATILI

John Ario Katili
John Ario Katili atau lebih kita kenal dengan sebutan J.A. Katili lahir di Gorontalo pada tanggal 9 Juni
1929. Beliau dikenal sebagai salah satu putra terbaik bangsa yang memiliki kemampuan lebih, mulai
dari seorang saintis di bidang geologi, pendidik, birokrat, politisi, serta diplomat sekaligus. Bahkan
Katili juga dikenal pernah mendalami ilmu-ilmu sastra bersama para pakarnya seperti HB Jassin,
Idroes dan AOH Kartahadimaja.
Lulus SMA, meninggalkan Gorontalo beliau memilih Faculteit van Wis en Natuurkunde Universiteit van
Indonesia (FIPIA) yang kemudian menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yang boleh
dibilang saat itu sangat tidak populer dibandingkan dengan fakultas lain yang menghasilkan gelar
seperti insinyur, dokter, atau sarjana hukum. Memilih geologi bagi beliau bukan tanpa alasan. Geologi,
berperan sebagai wahana pengkajian dan pemanfaatan sumberdaya alam, yakni mineral, energi, air
serta penerapan perekayasaan lingkungan hidup dan  mitigasi bencana alam. "Geologi juga disebut
sebagai pemersatu berbagai jenis ilmu pengetahuan, yakni untuk mempelajari bumi, jenis batuan, sifat
kimia dan fisika," tegasnya.



Tekadnya untuk merantau meninggalkan daerah kelahirannya Gorontalo ke Bandung adalah untuk
menuntut ilmu, karenanya dia bertekad akan memanfaatkan waktu yang ada  untuk belajar, belajar
dan belajar. Benar saja, karena kepandaiannnya,  beliau menjadi murid kesayangan Prof Dr
Theodorus Henricus Franciscus Klompe, pakar geologi tapi dianggap 'killer'. Bahkan, saking 'cintanya'
kepada beliau, Klompe sempat 'mewasiatkan' 7 peti buku-buku bacaannya kepada Katili. Dari
perkenalan dengan Klompe itulah 'kepakaran' seorang Katili dimulai. Dia menamatkan studinya pada
tanggal 9 November 1956, tidak lama dia pun langsung melanjutkan studi ke Inssbruck Austria selama
setahun atas biaya Rotary Foundation yang merupakan usulan Klompe. Singkat cerita pada tahun
1959, diusia yang relatif muda yakni 30 tahun, beliau merampungkan studi doktoralnya di ITB
Bandung. Katili dinyatakan sebagai doktor geologi pertama ITB dengan disertasi berjudul
'Investigators on the Lassi Granite Mass Central Sumatera' dan mendapat predikat cum laude.
Setahun kemudian, putra ke-8 pasangan Abdullah Umar Katili dan Tjimbau Lamato ini langsung
'diresmikan' menjadi guru besar ITB dengan menambah satu gelar di depan namanya, 'profesor' pada
tahun 1961.
JA Katili juga sempat berkarier sebagai Direktur Jenderal Pertambangan Umum Departemen
Pertambangan dan Energi (1984-1989). Selaku Dirjen Pertambangan, Katili banyak terlibat dalam
berbagai penetapan kebijakan, perundingan, dan penegakan cara kerja birokrasi modern yang cepat
dan dinamis. Kariernya di bidang politik antara lain menjadi Wakil Ketua MPR/DPR (1992-1997) serta
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Federasi Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, dan
Mongolia (1999-2003).
Dengan menulis sedikitnya 11 buku dan 250 karya tulis, Katili tak diragukan lagi sebagai penulis
produktif. Hobi yang ditekuni sejak lepas mahasiswa tingkat satu tak bisa dilepaskan dari peranan HB
Jassin, yang saat itu menjadi anggota redaksi majalah mingguan Mimbar Indonesia. Jassin-lah yang melihat potensi John untuk menyalurkan hard science kepada khalayak dengan bahasa yang mudah
dipahami. Kepakaran beliau di bidang geologi juga sangat dihormati di dunia internasional. Beliau
menjadi Ketua South East Asia of Geological Socientis dan anggota The National Geographyc
Society.
John Ario Katili meluncurkan biografinya, pada bulan Juli 2007 yang berjudul Harta Bumi Indonesia,
acara peluncuran biografi tersebut dihadiri sejumlah tokoh, antara lain Wakil Presiden Muhammad
Jusuf Kalla dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Buku itu sekaligus untuk
memberikan referensi tentang dinamika bumi, sumber daya alam, dan termasuk di dalamnya
pelestarian lingkungan hidup, serta memberikan gambaran bagaimana seorang saintis terbentuk.
Pada kesempatan ini wapres menyebut JA Katili  sebagai sosok pencerahan karena ia figur yang
punya visi bahwa negeri seperti Indonesia yang terentang sepanjang 5.000 km, rumah bagi 129
gunung api, dan tempat bertemunya tiga lempeng tektonik utama dunia jelas membutuhkan ahli
geologi. Bersama dengan vulkanologi, geofisika dan meteorologi, geologi amat penting tak saja untuk
hidup lebih arif di tengah alam yang amat dinamik, tetapi juga untuk bisa menambangnya secara bijak.
Beliau meninggal dunia Kamis 19 Juni 2008 sekitar pukul 17.30 di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI)
Jakarta. akibat pembuluh darah di bagian kakinya pecah. Meninggalkan seorang istri, Ileana Syarifa
Uno, dan dua orang anak, Amandan dan Werner Katili.
J.A Katili telah berpulang, tetapi inspirasi yang ia torehkan bagi bangsa Indonesia justru semakin
muda dan segar. Dengan tsunami, gempa, dan letusan gunung membuat ilmu kebumian yang ia geluti
setengah abad silam justru makin terasakan makna dan kegunaannya.

0 komentar:

Posting Komentar