Pages

Jumat, 22 April 2011

Apakah provenance itu ?


Awang Satyana wrote: -apakah provenance itu ?
Saya pilihkan definisi sederhana dari Allen dan Allen (1990, 2005), kebetulan penanya mengaitkannya dengan reservoir migas jadi buku Basin Analysis Allen dan Allen (mereka dua kakak dan adik) mungkin lebih sesuai. Provenance = the likely source areas of sediment for the basin.
-adakah kaitannya dengan reservoar migas seperti batupasir ?
Tentu saja ada, mutlak bahkan. Kualitas reservoir batupasir akan ditentukan oleh apa provenancenya dan bagaimana transportasinya. Provenance yang didominasi metamorf atau melange yang ditransportasi dalam jarak dekat, bukan oleh sistem sungai yang besar, lalu diendapkan tanpa pemilahan yang baik akan menghasilkan reservoir yang buruk. Provenance berupa batugamping akan menghasilkan batupasir yang gampingan. Provenance berupa batuan volkanik yang kurang tertransportasi jauh tanpa sungai yang besar akan menghasilkan kualitas reservoir yang buruk karena dominasi mineral lempung saat terjadi diagenesis.
-apakah hanya sebatas batuan beku yang bisa menjadi provenance batuan sedimen ?
Tentu saja tidak. Semua jenis batuan (batuan beku, batuan metamorf, batuan sedimen) bisa menjadi provenance untuk batuan sedimen. Barangkali bisa dilihat lagi konsep tentang “daur batuan”.


Di dalam paper2 atau textbook geologi istilah provenance ini sering disebut sebagai : provenance, source rock (jangan dikelirukan dengan source rock penghasil hidrokarbon), source land, source region, atau parent rock.
Studi provenance batuan sedimen akan meliputi : sampling batuan sedimen itu sendiri (singkapan, cores, cutting pemboran), identifikasi mineral2 yang dikandungnya dan proporsinya, dan interpretasi geologi source region yang menghasilkan sedimen ini. Banyak buku ditulis tentang metode studi ini, misalnya Dickinson (1980), Dickinson dan Suczek (1979), Ingersoll dan Suczek (1979), Dickinson dan Valloni (1980) dan Lash (1987).
Biasanya, untuk mengetahui apa provenance-nya, metode sedimentary petrography digunakan. Komponen petrografik butiran penyusun batuan sedimen itu diplot pada diagram segitiga yang terkenal sebagai diagram QFL (kuarsa, felspar, fragmen lithik). Di dalam segitiga ini ada beberapa “field” yang akan menunjukkan pengelompokkan plate tectonic setting batuan yang sedang diteliti. Hanya, dalam prakteknya, sering terjadi overlapping antara fields pada batuan sedimen yang kita amati, maka diagram terner QFL ini tidak selalu berguna, seperti yang dikritisi oleh Mack (1984) dalam Journal of Sedimentary Petrology, 54, hal. 212-220 : Exceptions to the relationship between plate tectonics and sandstone composition.
Efek transpor sedimen pada komposisi batupasir yang dihasilkan juga penting dievaluasi untuk memperoleh interpretasi yang benar tentang provenance. Analisis detail arus purba dan analisis sedimentologi lainnya penting dilakukan untuk mengetahui efek transpor ini. Transpor di sistem terestrial secara bervariasi akan memodifikasi batupasir yang dihasilkannya, tetapi efeknya berbeda-beda menurut zone iklim dan tipe sistem sungai.
Misalnya, sungai-sungai di iklim yang panas dan lembab seperti iklim tropis akan merupakan agen yang optimal untuk pelapukan kimiawi mineral2 tak stabil seperti lithic fragmens. Akibatnya, mineral2 ini akan habis saat dierosi dan transportasi, tinggallah mineral2 stabil seperti kuarsa. Kita punya contoh yang sangat baik tentang ini, yaitu Kalimantan. Tak mengherankan mengapa di Cekungan Kutei kita banyak menemukan batupasir yang sangat kuarsaan (Formasi Balikpapan, Formasi Kampung Baru yang menjadi reservoir utama cekungan ini) padahal provenance-nya di wilayah Kuching High didominasi melange yang penuh dengan lithic fragments dan mineral tak stabil. Sistem drainase Sungai Mahakam purba dan saat ini yang besar sangat efektif sebagai agen erosi dan transportasi.
Publikasi dari Kingston et al. (1983) juga merupakan informasi yang baik tentang kehadiran reservoar dan kualitasnya pada setiap tipe cekungan. Ini didasarkan kepada hinterland geology (geologi provenance) dan sistem penyebaran sedimennya. Cekungan2 continental sag (macam intra-cratonic basin) biasanya mempunyai reservoir lakustrin, aeolian, fluviatil dan laut dangkal. Rifts umumnya di bagian bawah punya reservoir kaya-volkanik setempat2 berkualitas buruk, lalu bergerak ke atas punya reservoir fluviatil, deltaik, dan laut dangkal berkualitas baik (kita punya contoh kasus ini untuk banyak cekungan sedimen di Indonesia Barat). Cekungan passive margin punya reservoir deltaik, shallow marin yang sangat ekstensif, juga reservoir karbonat yang tebal (Cekungan Kutei). Cekungan2 strike-slip (Misalnya Melawi-Ketungau) punya reservoir yang komposisinya sangat ditentukan oleh tinggian2 di sebelahnya. Sedimen forearc mengandung banyak material volkanik yang akan mengurangi porositas
dan permeabilitas reservoir saat terjadi diagenesis.
Yang banyak saya amati dilakukan oleh industri2 untuk mengetahui provenance batuan sedimen atau reservoir yang sedang ditelitinya adalah melakukan analisis mineral berat pada sampel batuan reservoir itu. Metode ini kelihatannya cukup ampuh dan sejak saya kuliah dulu pun telah diajarkan, juga tertulis di buku2 sedimentologi yang klasik macam Pettijohn (1948). Disebut mineral “berat” adalah kalau berat jenis mineral itu > 2.85 g/cc atau > bromoform.
Beberapa mineral dari kelompok mineral berat ini sangat diagnostik untuk beberapa provenance. Misalnya, hanya dengan mempelajari mineral turmalin di dalam batuan sedimen, Krynine (1946 : The tourmaline group in sediments – Journal of Geology, 54, hal. 65-87) bisa mengetahui apa sumber batuan sedimen tersebut. Lima tipe provenance berdasarkan karakter turmalin di dalam batuan sedimen menurut Krynine adalah : granitic tourmaline, pegmatite tourmaline, tourmaline from pegmatized injected metamorphic terranes, sedimentary authigenic tourmaline, dan torumaline reworked from older sediments. Setiap tourmaline itu punya ciri optik sendiri yang menentukan jenis provenance-nya.
Meskipun merupakan publikasi 60 tahun yang lalu tabel “detrital mineral suites vs source rock types” dari Pettijohn (1948) tetap sangat berharga. Di tabel itu, Pettijohn menyebutkan kelompok mineral (mineral suite) apa saja yang khas untuk setiap provenance. Berikut ringkasannya (hanya disebutkan mineral yang muncul paling banyak)
provenance : reworked sediments
mineral suite : kuarsa, chert, leuxoxene, turmalin (membulat), zirkon (membulat)
provenance : low-rank metamorphic
mineral suite : fragmen slate dan filit, kuarsa, fragmen kuarsit, turmalin (euhedral dengan inklusi karbon)
provenance : high-rank meramorphic
mineral suite : garnet, hornblende, kianit, silimanit, staurolit, kuarsa, epidot, zoisit, magnetit
provenance : batuan beku asam
mineral suite : apatit, biotit, hornblende, zirkon (euhedral), kuarsa, mikroklin, magnetit
provenance : batuan beku basa
mineral suite : augit, hipersten, ilmenit, rutil
provenance : pegmatit
mineral suite : fluorit, turmalin, muskovit, albit.
Lima tahun belakangan ini kita mempunyai publikasi beruntun dari SE Research Group (mahasiswa2 doktoral bimbingan Robert Hall) tentang provenance sedimen baik di Kalimantan maupun di Jawa menggunakan berbagai mineral seperti zirkon dan kuarsa. Publikasi2 itu bisa dicari di Proceedings IPA lima tahun terakhir, baik dipelajari untuk menambah wawasan dan perbandingan.
Nah, semoga cukup menambah keterangan.
salam,
awang

0 komentar:

Posting Komentar