Pages

Senin, 09 Januari 2012

GEOLOGI REGIONAL JEPARA JAWA TIMUR

GEOLOGI REGIONAL JEPARA JAWA TIMUR

II.1 Geologi Regional Daerah 

Secara geografis, wilayah Jepara, Propinsi Jawa Tengah terletak pada Jepara sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 110°9`48, 02" sampai 110°58`37,40" Bujur Timur, 5°43`20,67" sampai 6°47`25, 83" Lintang Selatan 

Dengan batas-batas : 

Sebelah Barat : Laut Jawa
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus & Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km Wilayah Kabupaten Jepara sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Jepara utara adalah 2000 - 2500 mm/tahun dan Jepara bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan.

A. Morfologi Daerah Jepara

Morfologi daerah Jepara berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:

a. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Jepara.

b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 - 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah Jepara.
c. Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah Jepara. 

d. Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Jepara.

e. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Jepara.

f. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah Jepara.

g. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Jepara.

B. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jepara terdiri dari wilayah terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan serta konservasi.

C. Susunan StratigrafiGeologi Kota Jepara berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Jepara (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :

1. Aluvium 
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.

2. Batuan Gunung Api 
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.

3. Formasi Jongkong 
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga). 

4. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.

5. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras.

6. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.

7. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni.

D. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Jepara umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.

GEOLOGI REGIONAL JEPARA

GEOLOGI REGIONAL JEPARA

II.1 Geologi Regional Daerah 

Secara geografis, wilayah Jepara, Propinsi Jawa Tengah terletak pada Jepara sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 110°9`48, 02" sampai 110°58`37,40" Bujur Timur, 5°43`20,67" sampai 6°47`25, 83" Lintang Selatan 

Dengan batas-batas : 

Sebelah Barat : Laut Jawa
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus & Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km Wilayah Kabupaten Jepara sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Jepara utara adalah 2000 - 2500 mm/tahun dan Jepara bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan.

A. Morfologi Daerah Jepara

Morfologi daerah Jepara berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:

a. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Jepara.

b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 - 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah Jepara.
c. Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah Jepara. 

d. Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Jepara.

e. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Jepara.

f. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah Jepara.

g. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Jepara.

B. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jepara terdiri dari wilayah terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan serta konservasi.

C. Susunan StratigrafiGeologi Kota Jepara berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Jepara (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :

1. Aluvium 
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.

2. Batuan Gunung Api 
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.

3. Formasi Jongkong 
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga). 

4. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.

5. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras.

6. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.

7. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni.

D. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Jepara umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.

Minggu, 30 Oktober 2011

Geologi Indonesia / Jawa & Laut Jawa

Para Geologi Indonesia / Jawa & Laut JawaJawa, dengan tulang punggung yang terdiri dari sebuah gunung berapi subduksi-plutonik-diinduksi busur, dianggap klasik sebagai terdepan selatan dari Lempeng benua Sunda, menimpa laut Australia-India piring. Bahkan, konfigurasi struktural adalah bahwa dari bolak tertinggi dan depresi melintang terkait dengan pola yang lebih kompleks, dimana blok kerak diskrit dapat diartikan sebagai potongan dipisahkan dari craton monolitik asli.Dua proses yang dinamis berinteraksi: • Tabrakan blok di Pre-Tersier kali oleh penutupan samudera kesenjangan dicatat atau ditandai oleh sekitar timur-barat sabuk ophiolitic (Ciletuh di Jawa Barat, Lok Ulo di Jawa Tengah), tetapi potongan-potongan bertabrakan tidak jelas diidentifikasi • perpindahan lateral antara blok di zaman Tersier dibuat oleh patahan transcurrent, komponen skala besar strike-slip gerakan dalam menanggapi proses piring-konvergensi itu sendiri. Mereka adalah bagian dari mekanisme ekstensional dan konvergen peristiwa geotectonic global yang terkait platform, depan dan back-arc basin sedimentasi, dan terjadinya vulkanisme. Lepas pantai Utara Jawa, beberapa, ekstensional setengah graben dan graben-seperti, depresi melintang, yang termasuk minyak provinsi terkaya di negeri ini (Sunda Basin, Arjuna Depresi), lokal meluas ke lahan tempat mereka menggabungkan diri ke timur-barat cekungan busur belakang. Pulau Jawa dan Laut Jawa yang berdekatan dibagi menjadi dua provinsi utama Barat dan Jawa Timur. Garis pemisah antara kedua daerah tersebut dipilih sebagai meridian-line, kira-kira bergabung dengan Karimun-Jakarta selatan Semarang Kepulauan untuk terus di atas tanah (Gambar 4.1). Selatan Jawa busur cekungan-luar juga termasuk dalam bab ini.
4.1. JAWA BARAT4.1.1. PENGATURAN tektonikWilayah Jawa Barat saat ini menandai transisi antara subduksi frontal di bawah Sumatera, ke barat. Namun, daerah tersebut telah terus aktif tektonik sejak rifting di Eosen. Para rifting Eosen, seperti seluruh Asia Tenggara, mungkin terkait dengan tabrakan antara India dan Asia (misalnya Tapponier et al. 1986) dan melibatkan masuknya signifikan sedimen klastik kasar. Sejarah Oligosen-terbaru ini lebih didominasi oleh subduksi terkait vulkanisme dan deposisi kapur. Secara umum, Jawa Barat dapat dibagi ke dalam propinsi tektonik berikut: (lihat Gambar 4.2; diubah setelah Martodjojo, 1975; Lemigas, 1975, dan Keetley et al, 1997) • Area basinal Utara: Sebuah wilayah platform yang relatif stabil, bagian dari Benua Sundaland, dengan NS cekungan keretakan tren lepas pantai dan darat yang berdekatan, diisi dengan Eosen-Oligosen non-laut clastics, dilapisi oleh Miosen dan muda deposito rak dangkal. • Melalui tanjung cekungan Bogor terdiri dari Miosen dan sedimen yang lebih muda kebanyakan lebih dalam air fasies sedimen aliran gravitasi. EW muda tren anticlines terbentuk selama episode terbaru dari utara-diarahkan penataan tekan; • Arc Vulkanik modern: andesitik vulkanik aktif berhubungan dengan subduksi Lempeng Hindia di bawah ini Sundaland Kelautan Kontinen (Gede-Panggrango, Salak, Halimun, dll, gunung berapi). • mengangkat kemiringan Selatan daerah: terutama Eosen-Miosen sedimen, termasuk batuan vulkanik milik Formasi Andesit Tua. Struktural yang kompleks, NS blok sesar, kesalahan EW dorong tren dan anticlines dan tectonism kunci pas mungkin. Selatan-Jawa Barat berisi sejumlah cekungan sedimen yang terbentuk dalam punggungan aksial dan di daerah antara busur vulkanik dan prisma accretionary terendam berhubungan dengan subduksi utara dari Lempeng Oceanic India. • Banten Blok: Bagian paling barat Pulau Jawa yang dapat dibagi menjadi platform Karbonat Seribu di utara, Rangkas Bitung sedimen sub-baskom, dan Bayah Tinggi di selatan. Di barat ada rendah kecil dan tertinggi yang disebut Ujung Kulon dan Honje Tinggi, dan Ujung Kulon dan Barat Malingping Rendah (Lemigas, 1975; Keetley et al, 1997).

4.1.2 Northwestern BASINAL AREA4.1.2.1 tektonik KERANGKADaerah lepas pantai dan berdekatan Utara basinal darat terdiri dari dua cekungan utama sehingga disebut North West Java Basin dan wilayah Sunda-Asri Basinal (Gambar 4.3).Bagian utara daerah ini didominasi oleh ekstensional faulting dengan penataan kompresional sangat minimum. Cekungan didominasi oleh kesalahan terkait keretakan yang berisi beberapa depocentres. Dalam NW Java Basin depocentres utama disebut Cekungan Arjuna Utara, Tengah dan Selatan dan Sub-cekungan Jatibarang. Para depocentres yang dominan diisi dengan urutan Tersier dengan ketebalan lebih dari 5.500 meter. Struktur signifikan yang diamati di daerah basinal utara terdiri dari berbagai jenis daerah tren tinggi yang terkait dengan antiklin terpatahkan dan blok Horst, lipat di sisi downthrown dari kesalahan utama, batu kunci lipat dan menggantungkan lebih dari basement tertinggi. Blok kesalahan rotasi juga diamati di beberapa daerah. Penataan kompresional hanya diamati pada NW-SE kesalahan awal keretakan. Ini kesalahan yang diaktifkan selama waktu Oligosen membentuk beberapa seri struktur downthrown terkait dengan transpresional faulting di daerah Sunda. Meskipun cekungan wilayah Northwest Java saat ini diposisikan dalam pengaturan busur belakang, Laut Jawa Barat sistem keretakan tidak membentuk sebagai back-arc cekungan. Ekstensi pola kesalahan arah dan orientasi cekungan cekungan Jawa Northwest menunjukkan bahwa sub-basinal daerah adalah tarik-cekungan terpisah di ujung selatan, besar daerah, sistem dextral strike-slip, yaitu Malaka dan zona sesar Semangko menyebarkan ke sisi barat craton Sunda. Melalui Eosen-Oligosen baik fase keretakan, arah ekstensi primer NE-SW untuk EW. Dua pengamatan mendukung interpretasi bahwa cekungan tidak kembali-busur terkait; 1) arah ekstensi untuk perpecahan WJS hampir tegak lurus dengan zona subduksi ini, 2) kerak benua tebal yang terlibat (Hamilton, 1979). Depresi NW Jawa asimetris, dengan Arjuna yang terdalam Sub-cekungan terletak di kaki Dataran Tinggi Arjuna, dipisahkan oleh kesalahan NS utama tren. Baskom terbuka selatan ke Ciputat darat, Pasir Putih dan Jatibarang Sub-cekungan, dipisahkan oleh Rengasdengklok dan Kandanghaur - Highs Gantar, masing-masing. Sub-DAS dicirikan oleh adanya pasang bolak-balik dan terendah dibatasi oleh ekstensional mendalam kesalahan yang aktif selama sedimentasi. Para Jatibarang Sub-DAS dibatasi oleh Kandanghaur - Gantar-Horst-blok ke barat, dan kesalahan Cirebon, timur dan utara-timur. Pertumbuhan kesalahan utama adalah bertanggung jawab untuk akumulasi penting batuan volkanik Tersier termasuk Jatibarang, di Jatibarang Sub-baskom. Vera Sub-cekungan adalah Mesozoikum dan Tersier yang mendalam depresi TL Arjuna Sub-baskom. Basin ini sub-dibatasi oleh beberapa kesalahan utama, terutama ke selatan. Orientasi struktur adalah SW dan Baratdaya, mirip dengan arah Basin Billiton mana Mesozoikum (?) Sedimen juga dikenal. Daerah Sunda-Asri basinal terdiri dari Sunda dan Asri baskom. Ini elemen struktur adalah lembah barat dari daerah basinal utara Jawa Barat. Cekungan Sunda adalah depresi sekitar northsouth dengan perusahaan depocenter utama, setengah graben Seribu, di tepi timur, terpisah dari platform Seribu oleh flexures curam dan kesalahan. Ke barat, baskom dibatasi oleh Tinggi Lampung, ke selatan oleh Honje Tinggi dan ke utara lengkungan Xenia memisahkan Cekungan Sunda dari Cekungan Asri.Cekungan Sunda adalah lembah terdalam di daerah basinal utara Jawa, di mana ruang bawah tanah lebih dari 3,8 TWT kedua, di blok downthrown dari kesalahan Sunda / Seribu. Serangkaian kesalahan yang normal membedah wilayah dalam fitur Horst dan graben kecil. Cekungan Asri, terletak di timur laut dari Cekungan Sunda, adalah lembah yang mendalam kedua di wilayah dengan ruang bawah tanah sedalam 3,0 detik. TWT. Ini adalah terbatas dari arah timur platform yang Sunda oleh kesalahan biasa besar. Untuk utara dan barat, ia berbatasan dengan gradien yang curam dan dibedah oleh kesalahan yang normal.
4.1.2.2 StratigrafiSedimen dari cekungan Laut Jawa Barat dikelompokkan menjadi dua unit sedimen yang sangat berbeda yang merupakan sedimen mengisi celah terkait didominasi oleh nonmarine / benua urutan sedimen dan pasca-keretakan (sag) mengisi cekungan didominasi oleh laut marjinal dan urutan sedimen laut. Dalam diskusi berikut, urutan sedimen dibagi menjadi lima unit tectonostratigraphic berbeda berdasarkan asal-usul tektonik mereka (Kohar et al, 1996).
4.1.2.2.1 BasementUrutan sedimen dari Barat Laut Utara Jawa cekungan terletak pada multi-kompleks dari sebuah ruang bawah tanah Pra-Tersier yang mewakili puncak benua dari Sundaland.Pengelompokan ruang bawah tanah (Gambar 4.4) terdiri dari batuan metamorf dan beku terutama usia Kapur dan tua dan batugamping klastik bawahan dan sedimen Tersier kemungkinan usia dini. Ini melange kelas rendah meta-sedimen, beku, dan meta-batuan beku adalah hasil dari proses yang berhubungan dengan subduksi accretionary berhubungan dengan Jahitan Meratus (Gambar 4.1) yang aktif selama Kapur dan Paleosen. Kelas metamorf bervariasi secara luas di seluruh sub-cekungan batugamping indurated ke rendah philites metamorf kelas. Berdasarkan kencan basement, metamorfisme regional yang berakhir pada Kapur Akhir, sementara deformasi, mengangkat, erosi dan pendinginan berlanjut sampai Paleosen. Akhir Kapur untuk Paleogen calc-bersifat alkali magmatism terjadi di seluruh Jawa daratan dan lepas pantai karena proses subduksi yang normal terkait. Magmatism andesitik terus ke awal Eosen.Acara lain beku penting dalam Jawa Barat Basin, adalah fase Pliosen dari basal alkali magmatism yang disimpan baik sebagai kusen atau tanggul atau bangunan-bangunan vulkanik. Berdasarkan pergi jauh, sebagian besar kesalahan ekstensional-seri, daerah basinal dapat dibagi menjadi bolak-graben seperti sub-lembah dan punggungan positif atau platform. Gambar 4.3 menampilkan konfigurasi cekungan dari daerah Jawa Barat Laut basinal.
4.1.2.2.2. Awal Rift Isi (Paleosen / Eosen ke Oligosen Awal?)Awal keretakan mengisi Formasi Banuwati termasuk di Cekungan Sunda dan Formasi Jatibarang di Sub-DAS Arjuna. Continental dan lakustrin didominasi sistem urutan ini.Awal keretakan mengisi biasanya terdiri dari clastics belum matang mulai dari fanglomerate aluvial dan batupasir conglomeratic untuk batupasir fluviatile dan serpih, memuncak dengan anoksik deposisi serpih lakustrin di Cekungan Sunda. Lebih jauh ke timur, di Sub-DAS Arjuna, urutan diwakili oleh bolak clastics vulkanik dan clastics lakustrin terdiri dari aliran andesit dan tuf volcaniclastics dicampur dengan sedimen bawah tanah berasal (Gresko et al.., 1995). Awal keretakan mengisi ruang bawah tanah menimpa dan hadir di sebagian besar bagian terdalam dari Sunda, Asri dan Arjuna Sub-cekungan.Para fasies kipas aluvial yang terutama terdiri dari konglomerat, batupasir berbutir kasar untuk media yang berhubungan dengan marjin kesalahan baskom. Ketebalan berkisar dari 200 m sampai 30 m dalam jarak 3 mil dan sampai akhirnya serpih keluar ke selatan.Hal ini diartikan bahwa deposisi kipas aluvial yang terkait dengan kesalahan cekungan berarah NW-SE marjin, membentuk sedimen awal keretakan mengisi, dan progrades ke dalam lingkungan danau yang mungkin lebih jauh ke selatan. Para fluviatile batupasir dan serpih fasies yang onlap yang fasies kipas aluvial. Batupasir fluviatile ditafsirkan sebagai saluran aksial mengisi jika mereka berhubungan dengan kipas aluvial dan sebagai deposisi dataran aluvial dikepang di sisi barat graben keretakan awal (wall hanging mengisi). Yang ketiga adalah fasies fasies lakustrin transgresif mendalam terdiri dari serpih hitam yang meliputi seluruh wilayah Banuwati di cekungan Sunda dan Asri.
4.1.2.2.2. Syn-keretakan mengisi (Oligosen hingga Miosen Awal)Unconformably atasnya awal keretakan mengisi adalah syn-keretakan tebal mengisi satuan diwakili oleh Formasi Talangakar di barat dan Cibulakan rendah / Formasi Talangakar di timur. Unit ini hadir di seluruh Nort Jawa Timur Basin, mengisi serangkaian grabens setengah dari Jawa Barat Laut Cekungan (Gambar 4.4). Talangakar ini dibagi menjadi dua anggota, anggota yang lebih rendah dari Zelda anggota dan anggota atas disebut anggota Gita. Yang syn-keretakan mengisi hanya mencakup Anggota Zelda dan kepentingan ekonomi sebagai reservoir minyak utama di ladang minyak utama (Cinta, Widuri, Zelda, BZZ) di cekungan Sunda, Asri dan Arjuna. Urutannya adalah Miosen Awal Oligosen hingga usia dan didominasi oleh sedimen laut terdiri dari batupasir non fluviatile interbedded, serpih dan batubara. Overbank mudstones dan mudstones lakustrin dangkal sesekali mengisi area interchannel. Di daerah bara Arjuna, batugamping dan serpih laut juga hadir di bagian atas unit syn-keretakan. Para mudstones batubara dan karbon telah diketik sebagai source rock hidrokarbon utama untuk minyak mentah Arjuna (Gresko et al.., 1995, Sukamto et al.., 1995). Ketebalan maksimum dari unit ini adalah 2000 m di Seribu Jauh Basin dan Asri Basin. Penentuan Umur adalah problematis dalam unit mengisi syn-keretakan serbuk sari diagnostik dan fosil tidak hadir. Penentuan usia didasarkan pada unit pasca-keretakan atasnya (Talangakar Atas) dan unit Banuwati mendasari lakustrin dan berpikir bahwa unit ini memiliki Oligosen Awal Miosen usia.
4.1.2.2.3. Cekungan Sag Awal Memenuhi (Post Rift, Miosen Awal sampai Miosen Tengah)Cekungan melorot awal mengisi mewakili pengaturan transgresif keseluruhan di wilayah Laut Jawa terkait dengan kenaikan permukaan laut selama waktu Miosen Awal. Pada saat ini batas-batas baskom antara subbasins (Sunda, Asri, Hera dan Arjuna) tidak jelas.Cekungan berlari kesalahan mungkin, masih aktif secara lokal tetapi penurunan telah menurun secara signifikan, dan rifting telah berhenti. Akibatnya, ruang akomodasi tidak sepenuhnya dikendalikan oleh gerakan dari kesalahan untuk ini pasca-keretakan suksesi sag. Para depocentre keseluruhan menunjukkan, kerja yang relatif simetris bentuk cekungan di seluruh wilayah Jawa Barat Laut. Deposisi non terus terjadi pada paleohighs sampai deposisi karbonat Baturaja dimulai selama Miosen Tengah, membentuk area kebotakan untuk pengendapan laut marjinal dari keretakan-syn awal mengisi. Cekungan mengisi melorot awal (pasca-keretakan) termasuk yang sebelumnya digambarkan sebagai Talangakar Atas (Gita dan kelautan Formasi Talangakar) dan karbonat Formasi Baturaja dan conformably menimpa syn-celah yang mengisi seluruh cekungan (Gambar 4.4). Para litologi di basin melorot awal mengisi terdiri dari batupasir interbedded, siltstones, mudstones dan batubara, serpih dan laut dilapisi oleh suksesi terus dari platform untuk karbonat reefal (Baturaja). Batupasir dan karbonat reefal dari cekungan melorot awal mengisi reservoir hidrokarbon Unit mengandung penting bagi sebagian besar ladang minyak dan gas di daerah tersebut. Para clastics laut non didominasi oleh saluran, bar bar titik dan batupasir kelautan disimpan dalam berbagai macam lingkungan dari saluran belok rendah pada saluran aluvial polos, cabang ke bar laut marjinal. Bara dan mudstones overbank dan siltstones diisi daerah interchannel, bentuk segel intraformational untuk batupasir fluvial produktif dari awal melorot mengisi unit. Sebagai proses transgresif terus fluviatile batupasir dan delta, batubara dan non kelautan serpih deposisi berhenti, lingkungan laut secara bertahap maju ke tertinggi. Reefal karbonat tumbuh di ruang bawah tanah tertinggi (yaitu Krisna, Bima, Rama) membentuk kompleks terumbu karang tepi sekitar tertinggi.
4.1.2.2.4. Cekungan Sag Utama Mengisi (Miosen Tengah-Miosen Akhir)Cekungan melorot utama mengisi didominasi oleh laut dangkal (neritic) untuk fasies dekat pantai dan delta termasuk Gumai, Air Benakat dan Formasi Parigi di daerah Sumatera SE dan sebagian dari Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Parigi di Northwest Java Basin (Gambar 4.4). Selama Miosen tengah untuk Miosen Akhir Barat Laut Jawa secara keseluruhan wilayah yang terhubung membentuk cekungan melorot besar. Bagian bawah dari sag utama sesekali mengisi onlaps sisi baskom namun pada akhir pengendapan laut dangkal Miosen Akhir meliputi wilayah Jawa Barat Laut. Di daerah Sunda-Asri cekungan mengisi melorot utama didominasi oleh clastics laut dangkal yang terdiri dari mudstones laut, batupasir berkapur dan glauconitic dan stringer kapur tipis. Urutannya adalah karbonat platform yang memuncak oleh deposisi ekstensif dengan beberapa karbonat lokal membangun-up (terumbu) dalam batugamping Benakat Udara. The-Air Benakat Gumai batupasir Formasi adalah 10 sampai 70 kaki tebal dan interbedded dengan mudstones laut dangkal, mereka biasanya menunjukkan urutan atas pengkasaran. Lokal, karbonat membangun-up juga dikembangkan di daerah selatan cekungan marjin. Dalam Shelf Tinggi / Seribu Rengasdengklok dekat daerah pesisir Jawa Northwest serangkaian karbonat reefal tebal (Mid-Utama karbonat) dikembangkan pada tren paralel kasar NS ke blok kesalahan basement regional daerah tersebut. Karbonat membangun terdiri dari wackestone rangka dan packstone dengan konstituen gandum utama adalah karang, benthonic forminifera, bivalvia, fragmen echinoderm, ganggang merah dan biji-bijian kuarsa dan glauconite kecil. Usia ini karbonat membangun dianggap Miosen Tengah (NN5-NN9 umur). Sedimentasi karbonat laut dangkal terus reefal membangun-up di bagian atas cekungan melorot utama mengisi, sebelumnya disebut-Pra Parigi dan Formasi Parigi mudstones laut dangkal, serpih dan batupasir glauconitic mengisi wilayah laut antar-karang dan terbuka. Distribusi-Pra Parigi dan Parigi membangun-up menunjukkan pemanjangan NS dan NW-SE, ini membangun-up umumnya tumbuh di basement yang tinggi atau pada Baturaja mendasari membangun-up yang menyebabkan elevasi topografi hanya sedikit (Gambar 4.5 ). Karbonat build-up terdiri dari kombinasi dari kerangka packstone, wackestone, dan grainstone interbedded dengan lithofacies batulumpur. Pada bagian seismik geometri dan distribusi ini membangun-up yang jelas diidentifikasi sebagai sub-didefinisikan dengan baik elips membangun-up.
4.1.2.2.5. Cekungan Sag Mengisi Akhir (Pliosen-Pleistosen)Akhir mengisi baskom melorot mewakili urutan sedimen terbaru di bawah sedimentasi hari ini dari kawasan Laut Jawa Barat yang mencakup Formasi Cisubuh. Di barat, cekungan melorot mengisi akhir terdiri dari batulempung dan batulumpur kelautan dan mencapai puncaknya pada deposito kontinen konglomerat dan sedimen klastik vulkanik.Deposisi benua terjadi selama permukaan laut rendah waktu Pleistosen, sekitar 1,5 Ma lalu, ketika Pulau Sumatera dan Jawa merupakan bagian dari Sundaland utama ke utara.Batupasir dan batupasir conglomeratic ditafsirkan sebagai batupasir vulkanik klastik fluvitile dan adalah litologi utama dari benua Cisubuh. Di sebelah timur, di daerah basinal Arjuna, unit ini seluruhnya terdiri dari batulempung dan batulumpur kelautan dengan stringer pasir tipis. Deposisi laut dangkal terus di bagian timur selatan Sundaland meliputi bagian barat North West Java Basin.
4.1.3. Melalui BOGOR4.1.3.1. KERANGKA tektonikUntuk bagian Selatan daerah basinal utara, orientasi utara-selatan dari struktur, sub-DAS dan tinggi adalah overprinted oleh fitur timur-barat Palung Bogor mana pengaruh gunung berapi-magmatik dan efek kompresi nya yang primordial ( Gambar 4.2).. Palung Bogor seluruh sabuk kali lipat dan dorong ke arah utara, sistem ini semakin muda usia, mulai dari Miosen Bawah di selatan Plio-Pleistosen untuk di utara. Semua sedimen dipasok dari Utara adalah shaling di sini. Volcaniclastics dibawa dari Selatan. Palung Bogor meluas ke arah timur ke wilayah utara Jawa Timur.
4.1.3.2 StratigrafiProvinsi Bogor sedimen (Gambar 4.5) diisi oleh 3 sistem sedimentasi Formasi Ciletuh termasuk, Bayah dan Jatibarang. Ini sebagian besar Tengah untuk Formasi Ciletuh Eosen Akhir (1400m) terletak di atas sebuah Kapur Akhir untuk Paleosen (mungkin awal Eosen?) Kompleks subduksi sebagian besar terdiri dari Pra-Tersier buntung kerak samudera dan unit batuan lainnya. Goncangan karea kemiringan rendah yang terdiri dari pergantian dari kedua volcaniclastics dan konglomerat dengan intercalations lebih sedikit breksi vulkanik dan polymict dan batulempung mencirikan deposito Ciletuh. Sistem kedua terdiri dari transisi untuk dangkal batupasir quartzose laut dari Formasi Bayah yang juga diyakini terutama Tengah sampai Eosen Akhir di usia. Intercalations dari batulempung dan lignit yang umum. Sedimen laut milik Formasi Batuasih Oligosen unconformably menimpa unit ini. Ini terdiri dari marls, claystones hitam dan serpih yang sebagian interfinger dengan Formasi Rajamandala Oligo-Miosen reefa1 batugamping (90m). Ini sering dianggap sebagai setara dari Raja Batu Kapur. Sistem sedimen ketiga adalah ditandai oleh aliran gravitasi sedimen vulkanik. Yang terbawah ini adalah Miosen Awal Pembentukan Jampang, terdiri dari breksi dan tufa sampai 1000m tebal. Nama "Andesit Tua" sering digunakan untuk unit ini. Korelatif dengan Jampang dan terletak lebih jauh ke utara adalah Formasi Citarum, terdiri dari tufa dan greywackes sampai 1250m tebal.Kedua formasi ini diyakini untuk mewakili komponen kontemporer dari sistem kelautan kipas yang sama mendalam, dimana Formasi Jampang sesuai dengan kipas deposito proksimal, dan Formasi Citarum, deposito kipas distal. Jampang ini dilapisi oleh batu gamping Formasi Bojonglopang. Di wilayah utara Cekungan Bogor Citarum ini dilapisi oleh Miosen Tengah Formasi Saguling yang terdiri dari breksi sampai ke tebal 1500m.Hal ini dilapisi oleh claystones dan greywackes Formasi Miosen Atas Bantargadung (600) yang diikuti oleh aliran gravitasi breksi Formasi Miosen Akhir Cantayan. Sedimen dalam sistem pertama dan kedua berasal dari utara, sedangkan sistem ketiga berasal dari selatan. (Schiller, 1993)
4.1.4. Vulkanik ARCBusur vulkanik modern adalah vulkanik andesitik yang aktif berhubungan dengan subduksi Lempeng Hindia Ocanic Benua Sundaland bawah (Gede Pangrango-, Salak, Halimun, dll, gunung berapi). Hasil dari pekerjaan sebelumnya di Jawa Barat menunjukkan terjadinya producs vulkanik Tersier Akhir kegiatan magmatik, misalnya Pertamina (1988) mencatat usia K-Ar dari 12,0 + 0,1 Ma dari lava calc-alkaline andesit piroksen-yang merupakan bagian dari basement Gunung Wayang Kuarter. Pertamina (1988) penelitian menyimpulkan batu-batu gunung berapi di Jawa Barat berkisar di usia dari 4,36 0,04 2,62 0,03 Ma Ma menunjukkan kegiatan magmatik terus menerus selama waktu Pliosen. Usia termuda obtainies rockwas vulkanik dari barat Pelabuhanratu (SW Jawa), di mana K-Ar dating dari aliran lava 1,33 0,28 Ma (Soeria Atmadja-et al., 1994). Lihat bab 4.4 untuk rincian lebih lanjut pada busur magmatik.
4.1.5. LERENG SELATAN DAERAH UPLIFTPegunungan selatan, sekitar 50 km lebar, membentang dari Teluk Pelabahanratu ke Nusakambangan Island. Ini merupakan sisi selatan struktur synclinal Jawa, sebuah blok kerak terangkat mencelupkan ke selatan. Batu-batu tertua di pegunungan selatan sekis, phyllites dan quartzites ke dalam mana telah diterobos batuan ultrabasic. Batu-batu, yang terkena di pojok barat daya pulau (Jampang itu), tercakup uncomformably oleh pembentukan Ciletuh konglomerat dan batu pasir dari Eosen Oligosen akhir sampai awal usia (Baumann et al., 1973). Unconformably, di atas pembentukan Ciletuh, adalah pembentukan Jampang usia awal Miocene. Pembentukan Gabon di bagian timur Jawa Barat ini mirip dengan formasi ini Jampang. Pembentukan Jampang terdiri terutama dari sed1ments vulkanik seperti napal brecciaous dan tanah liat. Pembentukan Ciletuh mendasari telah diterobos oleh kuarsa porfiri, yang mungkin telah membawa bijih dari tambang emas Cibitung (Nishimura & Hehuwat, 1980).
4.1.6. BANTEN BLOK4.1.6.1 tektonik KERANGKABlok Banten terdiri dari beberapa struktur tertinggi dan terendah (Gambar 4.2). Platform Seribu memiliki bagian Tersier agak tipis (1,5 detik. TWT) yang terdiri dari Baturaja dan sebagian besar pasca-Baturaja sedimen, yang terletak di utara Blok Banten. Ini adalah dipisahkan dari Cekungan Sunda di barat oleh sistem kesalahan Seribu utama, dan dengan lembut ke arah timur dan utara terjun ke Arjuna Sub-cekungan dan daerah Utara Seribu basinal, masing-masing. Kemudian adalah area yang lebih sempit dipengaruhi oleh NS dan NW-SE kesalahan pertumbuhan. Menggantungkan lembut di daerah yang ruang bawah tanah besar tinggi dan buildups reefal adalah struktur utama dari platform itu sendiri. Perpanjangan daratan yang dikenal sebagai Tinggi Tangerang, yang dipisahkan dari Ciputat Sub-baskom oleh kesalahan Baratlaut-SSE utama tren. Para Highs Bayah dan Honje yang tertinggi Tersier struktural terletak di pantai selatan Jawa Barat, Indonesia, terletak di margin Rendah Malingping, perpanjangan barat Palung Bogor (Gambar 4.2.). High Honje terdiri terutama volcanoclastics Miosen Pliosen diapit oleh sedimen pada strata barat dan Eosen ke timur. Bersama dengan cekungan Selat Sunda yang berdekatan strike-slip, mungkin terbentuk sebagai respons terhadap pergerakan sepanjang strike-slip fault Sumatera (Gambar 4.6). Di Selat Sunda dan timur dan barat dari struktur Horst Honje, dan utara dan selatan Jawa Barat (Malod et al, 1996) adalah serangkaian cukup mencelupkan setengah grabens yang tren NS. Ini jelas terlihat pada seismik ke selatan, lepas pantai dari Tinggi Honje (Gambar 4.6). High Bayah terdiri anticlines EW besar berarah berintikan oleh Eosen bersih batupasir berbutir kasar (Keetley et al, 1997).
4.1.6.2 StratigrafiProvinsi Banten sedimen terdiri dari 3 siklus utama sedimentasi (Gambar 4.5). Bagian tertua dari sistem pertama didominasi oleh Paleosen? setara dengan Formasi Jatibarang vulkanik dan batuan beku. Ini dilapisi unconformably oleh laut sha11ow untuk deposito terestrial milik Formasi Bayah sebagian besar Eosen. Bagian bawah terdiri dari sebagian besar serpih hitam dengan beberapa foram kaya lensa yang lebih besar batu kapur yang telah ditafsirkan sebagai deposito prodelta (setidaknya 300m tebal). Bagian atas dari Formasi Bayah terdiri dari batupasir dan batupasir quartzose berkerikil dengan lensa tipis batubara (maksimum 110 cm). Ketebalan tota1 dari unit ini adalah sekitar 800m. Siklus kedua unconformably ignimbrit Formasi Bayah, dan terdiri dari breksi vulkanik dan batupasir dengan beberapa batulempung Formasi milik Cicarucup. Ini ditafsirkan sebagai breksi disimpan sebagai bagian basal dari urutan kipas aluvial. Ini diikuti oleh sebagian besar Oligosen hingga Awal Miosen batugamping Formasi Cijengkol yang sering kaya benthonic foram besar. Arus besar mendadak volkanik dari selatan yang terdiri dari tufa dan breksi disimpan oleh aliran gravitasi sedimen milik Formasi Cimapag Miosen (sekitar tebal 1500m). Siklus ketiga adalah seluruhnya terdiri dari sedimen laut dangkal sampai transisi yang sesuai dengan Saraweh dan Formasi Badui (sekitar 1000m tebal).Laut-sedimen yang dipengaruhi termuda dari Miosen Tengah Formasi Bojongmanik yang terdiri dari claystones dan batupasir dengan beberapa lensa lignit. Ini adalah unconformably dilapisi oleh sedimen Pliosen (Schiller, 1993).
4.2. JAWA TIMUR4.2.1. PENGATURAN tektonikSejarah struktural dari Jawa Timur tidak dapat dipisahkan dari sejarah struktural dari bagian barat pulau dan tektonik di kawasan Asia Tenggara. Kawasan ini terletak di tepi tenggara Sundaland craton mana basement untuk melange Kapur Tersier basal. Ini margin kontinental lama memiliki timur laut ke barat daya struktural tren yang jelas terlihat di lepas pantai utara Jawa Data seismik.Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi lima propinsi tektonik (Gambar 4,7; diubah setelah Yulihanto et al, 1995), dari utara ke selatan adalah: • kemiringan Utara termasuk stabil Rembang dan zona landas kontinen Randublatung transisi • Kendeng Trough , perpanjangan timur Palung Bogor, baskom laut labil dalam. • Arc Vulkanik modern • mengangkat daerah lereng Selatan
4.2.2. LERENG UTARA4.2.2.1 GEOLOGI KERANGKALereng Utara meliputi Cekungan Jawa Timur Laut yang terletak di antara Craton Sunda sampai utara dan busur vulkanik ke selatan (Jawa Aksial Rentang). Baskom dapat diklasifikasikan sebagai back-arc basin klasik. Hal ini sebagian besar terdiri dari rak tanjung mencelupkan lembut selatan, yang ditutupi oleh bagian stratigrafik relatif tipis (rata-rata kurang dari 1850 meter). Sebaliknya, daerah cekungan yang dalam berisi lebih dari 9000 meter sedimen. Konfigurasi struktural dari bagian barat Cekungan Jawa darat TL subbasins incluse dengan dua orientasi yang berbeda. Kecenderungan Melalui Pati NE-SW, EW sedangkan subbasins Cepu dan Bojonegoro yang selaras. Orientasi NE-SW Palung Pati menggambarkan pengembangan struktur graben setengah assymmetrical (Yulihanto et al, 1995).
4.2.2.2 StratigrafiStratigrafi Lereng Utara, diwakili oleh Rembang dan zona Randublatung didominasi oleh landas kontinen yang stabil untuk sedimen kemiringan basinal. Stratigrafi dan struktural analisis oleh Yulihanto et al. (1995) menunjukkan empat siklus pengendapan sedimen Tersier dalam daerah ini: Oligosen-Miosen Awal Akhir fase ekstensional, diikuti oleh penurunan cekungan Miosen Awal, Tengah Miosen fase extentional, dan Upper Miocene-Pliosen penurunan cekungan (Gambar 4.8).

4.2.2.2.1. Oligosen Akhir - Miosen Awal fase ekstensionalTahap ekstensional awal ditandai dengan pembentukan NE-SW berorientasi grabens setengah asimetris. Ini terjadi dalam hubungan dengan gerakan lateral kiri sepanjang sistem sesar NE-SW yang dapat ditelusuri dari NE Java Basin ke selatan di Kalimantan (Barito dan Asem-Asem cekungan). Tiga urutan pengendapan dapat diakui dalam fase (Gambar 4.8):1. Formasi Ngimbang - lowstand sistem saluran: fase awal deposisi dimulai dengan drop-Oligosen Awal Akhir laut tingkat Miosen dan termasuk baskom - lantai dan kompleks kemiringan progradational. Deposito lantai Basin terbentuk terutama oleh puing-puing karbonat - mengalir dihasilkan dari runtuhnya kesalahan margin lereng curam timur.Kompleks progradational dikembangkan selama fase akhir drop eustatic dan terdiri dari wacke - packstone lensa.2. Formasi Kujung - transgresif sistem saluran: Oligosen-Miosen Awal Akhir laut tingkat penurunan diikuti dengan kenaikan permukaan laut relatif. Para transgresif terkait sistem saluran terdiri dari sedimen berbutir halus di bagian bawah dari Formasi Kujung. Yang dominan adalah litologi napal interbedded dengan batupasir tipis tidur fossil hijau dan kapur, dan berisi forminifera lebih besar, ganggang, dan puing-puing karang. Di bagian atas Kujung tersebut, napal monoton diselingi dengan kapur bioclastic. Pada lokalitas jenis, Kujung adalah 500 m tebal. Itu disimpan di lingkungan, dalam laut terbuka selama Oligosen Akhir.3. Formasi Prupuh - highstand sistem saluran: Tahap ekstensional akhir atasnya oleh kapur bioclastic dari Formasi Prupuh. Ini terdiri dari interbedded reefal bio-clacarenite, bio-calcilutite, dan kebiruan napal abu-abu. Ini terakumulasi dalam lingkungan neritic luar selama Oligosen Akhir.
4.2.2.2.2. Miosen Awal fase penurunan cekunganAwal Miosen subsidence mengembangkan platform jalan-jenis pengendapan (Gambar 4.8). Sedimentasi dimulai pada Miosen Awal dengan progradation dari kompleks berbutir halus dari shoreface rendah atau deposito lepas pantai dalam sistem saluran lowstand (Tuban Formasi). Ini mungkin terkait di beberapa tempat dengan perkembangan mengisi lembah menorehkan. Sebuah fase transgresif disertai kenaikan sealevel berikutnya, dengan akumulasi dari serpih dan napal berbutir halus di Formasi Tawun. Subsidensi Basinal ditutup pada Miosen Awal dengan akumulasi batu kapur bioclastic dalam saluran highstand sistem (bagian atas Formasi Tawun). Lokalitas jenis formasi ini di Desa Tawun dan ketebalan adalah sekitar 730 m. Bagian bawah formasi ini didominasi oleh warna hitam abu-abu batulempung dan napal, berubah secara bertahap naik ke batulanau abu-abu. Batulanau dengan interkalasi dengan kapur bioclastic, terdiri dari orbitoid wackstone-grainstone dengan foram besar, fragmen karang, alga dan moluska.Peningkatan atas dalam isi bioclastic batu kapur menunjukkan lingkungan laut dangkal yang terisolasi.
4.2.2.2.3. Miosen Tengah ekstensional faseMiosen Tengah ekstensional fase ini ditandai dengan pembentukan graben NE-SW setengah asimetris, yang tampaknya telah bermigrasi ke timur dari Oligosen Akhir Miosen Awal-graben (Gambar 4.8). Fase kedua adalah ditafsirkan ekstensional hasil dari peremajaan NE-SW gerakan lateral kiri kesalahan karena subduksi Miosen Tengah miring lempeng samudera Wharton bawah lempeng Sunda benua. Empat urutan pengendapan yang dikembangkan selama tahap ini: (Tim Studi Cekungan Tersier, 1994; Gambar 4.8.). Urutan pertama terdiri dominan dari lereng-fasies seismik mengisi depan, yang ditafsirkan sebagai kemiringan-fan deposito dari sistem saluran lowstand. Hal ini dapat berkorelasi dengan bagian bawah dari Anggota Ngrayong. Selanjutnya kenaikan permukaan laut menghasilkan pengembangan sistem saluran transgresif, termasuk pantai yang dangkal deposito laut terbuka di bagian tengah Anggota Ngrayong (Gbr. 5-9).Kenaikan permukaan laut berakhir dengan pengembangan sistem saluran highstand deposito polos dan delta pesisir. Ini adalah termasuk dalam bagian atas dari Formasi Ngrayong. Urutan kedua adalah kurang berkembang dengan baik. Urutan ini terdiri terutama dari sistem saluran transgresif dan highstand. Ini berkorelasi dengan Formasi Bulu, yang terutama terdiri dari grainstone tidur dan wackstone, dan bagian bawah dari Formasi Wonocolo, terdiri dari interbedded fossil berpasir napal dan tipis abu-abu fossilliferous calcarenites tidur. Mirip dengan urutan kedua, urutan ketiga terdiri terutama dari transgresif dan sistem highstand saluran (Gambar 4.8). Bagian atas dari Formasi Wonocolo ditafsirkan sebagai saluran sistem transgresif dari urutan ketiga, terdiri dari serpih dengan intercalations dari calcarenite. Para highstand urutan ketiga sistem saluran ditandai oleh sedimen progradational di bagian bawah dari Formasi Ledok. Jenis lokalitas di Desa Ledok, Cepu, di mana ketebalan formasi ini berkisar 100-250 m. Lekok terdiri dari penebalan unit ke atas glauconitic, fossliferous, abu-abu kehijauan pasir berkapur, interbedded dengan penipisan tempat tidur ke atas fossil, abu-abu kehijauan berpasir napal. Bagian atas dari Formasi Ledok dicirikan oleh bioturbation dan tempat tidur salib besar, yang menunjukkan luar ke lingkungan neritic batin. Analisis stratigrafi seismik urutan keempat menunjukkan bahwa bagian tengah dari Formasi Ledok sesuai dengan pola reflektor progradational dari sistem highstand saluran (Gambar 4.8).
4.2.2.2.4. Atas Miosen - Pliosen cekungan subsidcnce fasePermukaan erosi atau ketidakselarasan memisahkan Miosen Tengah dari bagian atasnya Miosen Atas-Pliosen, terkait dengan pembentukan lembah menorehkan mengisi di banyak tempat (misalnya, Cepu dan daerah Bojonegoro, Yulihanto, 1993). Sejarah pengendapan daerah studi berakhir dengan sedimentasi Formasi Mundu, yang terdiri dari napal dan serpih yang terakumulasi dalam hubungan dengan kenaikan permukaan laut Pliosen. Fossil, abu-abu kehijauan napal mendominasi bagian bawah Mundu, sedangkan bagian atas termasuk fossil interbedded, abu-abu kehijauan napal berpasir Anggota Selorejo yang disebut. Formasi ini diendapkan di lingkungan neritic luar selama Miosen Akhir Pliosen ke.
4.2.3. Kendeng Trough4.2.3.1 GEOLOGI SETTINGPalung Kendeng adalah wilayah sangat dilipat dan kadang-kadang sangat menyalahkan, terletak di selatan lereng utara. Penataan yang sangat baru dan mungkin masih aktif.Sumbu Lipat berorientasi dalam timur ke arah barat; indikator bahwa rantai vulkanik yang berdekatan dan paralel, setidaknya sebagian, bertanggung jawab untuk kompresi. Zona Kendeng dapat dibagi menjadi timur dan wilayah barat, kira-kira dibagi di lokasi bagian Bengawan Solo di Ngawi tonjolan. Timur dari sini lipatan yang ketat tetapi biasanya tidak menyalahkan, setidaknya tidak di permukaan. Perhatikan bahwa ke timur dari Ngawi usia sedimen outcropping di zona ini akan terus muda. Di timur, selatan Surabaya, lipatan hampir hilang di bawah aluvium terbaru dan bahkan Pleistosen jarang tanaman keluar.Barat Ngawi, menuju Semarang, mengekspos lipatan batuan setua Miosen Awal dan banyak patahan telah dipetakan. Ini timur - barat variasi dalam penataan mencerminkan tren anomali gravitasi, dengan nilai-nilai gravitasi terendah di barat dari zona tersebut.Kompleksitas dan ketebalan sedimen Tersier di bagian barat Zona Kendeng, serta berundulasi permukaan, diakui dari seismik.
4.2.3.2 StratigrafiZona Kendeng merupakan mendalam pusat Cekungan Jawa Timur. Kebanyakan fitur litologi menunjukkan pengaruh laut dalam. Stratigrafi dari zona Kendeng yang ditunjukkan dalam gambar 4 dan mencakup unit-unit berikut:
4.2.3.2.1. Formasi PelangLokalitas tipe untuk formasi ini di Desa Pelang, selatan Juwangi. Formasi Pelang ada terdiri dari 125 m. bolak-balik besar-besaran untuk marls fossil tidur abu-abu dan abu-abu dengan claystones intercalations dari batugamping bioclastic. Strata ini terakumulasi dalam lingkungan neritic selama Miosen Awal.
4.2.3.2.2. Formasi KerekNama Kerek berasal dari Desa Kerek, di sekitar Sungai Solo (Bengawan Solo).Pembentukan terdiri dari sekitar 800 m. dari goncangan karea, yang sebagian besar oleh denda dan penipisan tempat tidur ke atas dengan struktur sedimen khas kepadatan arus.Satuan batuan batupasir tuffaceous termasuk abu-abu dan abu-abu atau marls claystones.
4.2.3.2.3. Formasi KalibengFormasi ini memiliki lokalitas jenis sepanjang Sungai Kalibeng, utara Jombang. Ini terdiri dari napal besar abu-abu kehijauan diselingi dengan fossil tufa tidur tipis. Sedimen ini terakumulasi dalam lingkungan bathyal selama Pliosen. Bagian atas Kalibeng yang (Anggota Atasangin) terdiri dari interbedded tuffaceous putih baik untuk batupasir kasar, tufa putih, dan coklat breksi vulkanik. Ini disimpan sebagai goncangan karea. Fasies lain Kalibeng adalah Anggota Cipluk, napal dan batulempung dengan (200-500 m); Anggota Kapung, yang terdiri dari wackstone bioclastic dan grainstone, dan Anggota Kalibiuk, dicirikan oleh batulempung dan napal balanus.
4.2.3.2.4. Sonde FormasiJenis lokalitas di Desa Sonde, barat Ngawi, di mana ketebalan 260 m. Bagian bawah dari formasi ini (Klitik Anggota) didominasi oleh napal berpasir interbedded dengan batupasir tufa berkapur dan putih, sedangkan bagian atas terdiri dari balamnus packstone dan grainstone. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal selama Pliosen.
4.2.3.2.5. Formasi PucanganKetik lokalitas untuk Formasi Pucangan adalah di Gunung Pucangan, utara Jombang. Ini termasuk 323 m. dari conglomeratic-kasar batupasir, batupasir tuffaceous, breksi vulkanik, dan tanah liat hitam yang mengandung moluska air tawar. Formasi ini diendapkan di lingkungan limnic selama Pliosen Akhir ke waktu Pleistosen.
4.2.3.2.6. Formasi KabuhDesa Kabuh, Jombang utara, memiliki lokalitas tipe untuk formasi ini. Formasi adalah 150 m. tebal, lebih atau kurang, dan terdiri dari batupasir kasar interbedded dengan tempat tidur lintas, fosil vertebrata, lensa konglomerat, dan tufa kuning. Ini terakumulasi di benua, lingkungan fluvial dan limnic selama 0,75 terakhir SAYA.
4.2.4. Vulkanik ARCDi wilayah Tengah dan Jawa Timur busur vulkanik Tersier telah tercatat sebagai memiliki tiga tahap yang berbeda dari aktivitas. Berdasarkan pengelompokan usia radiometrik (. Bellon et al, 1990) dan terjadinya stratigrafi vulkanik dari tempat tidur, tahap-tahap berikut dapat dikenali: 1. Sebuah fase awal vulkanik aktif dari sekitar 50-19 Ma (pertengahan Eosen Miosen Awal untuk pertengahan). 2. Sebuah periode ketenangan relatif dari sekitar 19 Ma sekitar 11 Ma (akhir Miosen Tengah). 3. Sebuah peningkatan dalam aktivitas gunung berapi sekitar 11 Ma, dengan rantai gunung berapi bergerak sekitar 50 kilometer utara ke posisi sekarang. 4. Pada sekitar 3 Ma vulkanisme berubah dengan seri baru gunung berapi aktif di sepanjang busur utama, tetapi juga lebih kaya K berbohong gunung berapi dari busur tren (misalnya Gunung Muria [1,1-0,4 Ma], lepas pantai ke utara di Pulau Bawean [ 0,8-0,3 MYBP], dan Gunung Lasem [1,6-1,1 Ma, tapi tidak terutama K-kaya]).Lubang DSDP di Samudera Hindia barat dan selatan Jawa yang mendukung data hasil akhir kedua, ketiga dan tahap terakhir yang tercantum di atas. Sumur ini mengandung tufa tertanggal 11 MYBP dan muda, dengan peningkatan penting dalam kandungan piroklastik di Pliosen Akhir atau basa1 kali Kuarter (sekitar 2-3 Ma). Lokasi situs-situs di utara hanyut lempeng samudera menghalangi mereka merekam aktivitas vulkanik Jawa jauh sebelum 11 MYBP. Misalnya pada 19 MYBP, ketika "Andesit Tua" fase berakhir, 'situs DSDP akan sekitar 400 kilometer lebih jauh ke selatan dari busur vulkanik. Perhatikan bahwa antara, "ini peristiwa vulkanik utama masih ada vulkanisme latar belakang terus, seperti yang terlihat oleh tufa hadir di tempat tidur Miosen Tengah di selatan Jawa (Lunt et al, 1996).Lihat bab 4.4 untuk rincian lebih lanjut tentang busur magmatik.
4.2.5. LERENG SELATAN DAERAH UPLIFTPara mengangkat lereng selatan daerah ini juga dikenal sebagai pegunungan selatan, terdiri dari suite "tua andesit" vulkanik dan volcaniclastic, awalnya interbedded dengan dan kemudian lebih lengkap dilapisi oleh batugamping Miosen. Batugamping ini seringkali berkembang sebagai fasies reefal seperti di daerah selatan Malang, pulau Nusa barung, daerah Puger dan Semenanjung Blambangan. Pegunungan selatan saat ini adalah situs topografi karstified dramatis yang relatif muda, yakni mungkin hasil pengangkatan Kuarter di sisi-sisi selatan dari rantai gunung berapi modern. Yang paling luas Miosen reefal fasies berada di selatan dan timur Jawa. Juga di wilayah timur, di samping extrusives andesitik, ada dilaporkan menjadi batholith granit dekat Merawan. Ini granit dan tanggul yang terkait mengganggu dan melaporkan mengubah beberapa batugamping Miosen yang lebih tua dan andesit tetapi kemudian ditutup oleh batugamping reefal. Data rinci mengenai granit dan batugamping yang reefal di daerah ini langka tapi Van Bemmelen menyimpulkan bahwa batugamping yang mengikuti intrusi adalah setara dengan batugamping Wonosari reefal lanjut barat di Pegunungan Selatan.Wonosari barat terbaru batugamping mungkin Miosen Awal hingga Tengah di usia.Karena itu akan muncul bahwa granit Merawan berkaitan dengan MYBP, lebih tua 19 sampai 50, fase vulkanik, meskipun masih ada pertanyaan tentang bagaimana sebuah "granit" terjadi begitu jauh dari margin kontinental, dan terasa pada kedalaman dangkal seperti (Lunt et al., 1996). Ada banyak tanda menunjuk ke asal kuarsa selatan yang terpisah dari pasir Ngrayong dari utara. Ini termasuk data petrografi dalam Muin (1985) yang secara konsisten mencatat hampir 30% dari butiran pasir sebagai kuarsa di Awal hingga pertengahan Miosen Tengah volcaniclastics Tempat Tidur Kerek. Dalam makalah Selain seperti yang oleh Kadar dan Storrs Cole (1975) dari Miosen Awal kemudian Pegunungan Selatan biostratigraphy catatan sampel yang mengandung butir kuarsa yang melimpah bersama dengan foram besar diangkut mereka belajar (Lunt et al, 1996).
4,3 SELATAN JAWA TENGAH cekungan4.3.1. PENGATURAN tektonikSelatan Jawa Tengah wilayah basinal terletak di sebelah selatan Jawa Tengah di sisi utara hari ini memanjang baskom besar batimetrik berbaring antara busur vulkanik Jawa itu sendiri (dan ekstensi NW dan E) dan punggungan non-vulkanik luar berlari Palung Jawa pada sisi utara nya. Dalam pengaturan tektonik yang luas daerah ini diklasifikasikan sebagai cekungan busur luar, dan itu adalah fitur megatectonic terkait dengan semua sistem busur kepulauan dan dapat sangat bervariasi dalam kompleksitas. Daerah ini berisi cekungan sedimen yang Neogene dua garis struktural ditentukan selama fase Oligosen Akhir melipat, faulting dan vulkanik. Cekungan dipenuhi clastics dari fasies laut dalam. Daerah tinggi sekitar depocenters tertutup terutama oleh bagian lengkap dari Neogene batugamping laut dangkal (termasuk terumbu). Tiga peristiwa Neogene tektonik penting regional mungkin disimpulkan dari catatan stratigrafi dan seismik: acara Miosen Awal kecil, acara Mid Miosen, dan acara Pliosen Akhir. Tak satu pun dari peristiwa ini bagaimanapun, telah jauh cacat yang Neogene lepas pantai. Selatan Jawa Tengah bagian yang lebih dalam dari luar cekungan dangkal busur yang tepat terus utara dan catatan seismik menunjukkan bahwa "ruang bawah tanah" punggungan dan cekungan sedimen yang dilalui dipenuhi sebelum mencapai pantai Jawa. Rasa mega-struktur disederhanakan dianggap sebagai bagian dari "pegunungan selatan" dari barat dan timur Jawa yang di selatan teluk luas dari Jawa Tengah berjalan di bawah laut (Bolliger & De Ruiter, 1974).(Selatan Purwokerto) oleh punggungan Nusa Kambangan. Selatan ini punggungan depresi berarah timur-barat - yang "barat cekungan" - berisi lebih dari 10.000 kaki sedimen undeformed. Masih lebih jauh ke selatan platform tinggi yang luas terletak di antara "cekungan barat" dan kemiringan ke baskom hari ini busur luar. Provinsi tengah merupakan perpanjangan dari Cekungan Kebumen di darat. Hal ini ditandai dengan ketebalan lebih besar dari Neogene (lebih dari 15.000 ') dan tidak adanya ketidakselarasan yang berbeda di dasar Miosen. Cakrawala lebih seismik, Selaras dengan Miosen dasar, dapat dipetakan atas sebagian besar wilayah ke kedalaman lebih dari 25.000 '. Cekungan ini lagi dipisahkan dari baskom busur luar dengan punggung bukit yang luas tetapi lebih "bawah tanah". Provinsi timur merupakan kelanjutan lepas pantai Gunung Sewu dataran tinggi (selatan Yogyakarta) yang terdiri dari batugamping Miosen datar berbaring di singkapan. Ini dataran tinggi kapur meliputi sebagian besar pantai timur iegions selatan Jawa dan dapat ditelusuri timur setidaknya sejauh Pulau Lombok. Di daerah lepas pantai, karbonat besar membangun-up, ditemukan dan satu dibor (ALV-1). Seperti di provinsi barat sebuah ketidakselarasan Base-Miosen sudut terjadi. Dips Neogene urutan sedimen lembut ke selatan. Garis seismik (Gambar 6 - 8) dan penampang struktural (Gbr. 9) memberikan kesan gaya struktural dari berbagai provinsi.
4.3.2 StratigrafiSebuah survei lapangan stratigrafi berorientasi pada Selatan Jawa Tengah, hasil dari dua sumur, dibor lepas pantai di perairan dalam, dan kualitas data seismik yang baik memungkinkan rekonstruksi tentatif dari sejarah sedimen daerah. Alat utama untuk korelasi stratigrafi adalah zonasi mapan foraminifera planktonik. Usia bagian laut dangkal, yang pada umumnya tidak mengandung planktonics, didasarkan pada zonasi foram kurang akurat yang lebih besar.
4.3.2.1. PaleogenBagian Paleogen sedikit yang diketahui dari selatan Jawa Tengah. Dalam Hills Jiwo dan di Nanggulan sedimen Paleogen usia tertua adalah Eosen Tengah. Mereka awalnya diendapkan dalam lingkungan laut dangkal (batugamping dan clastics), dan kelas menjadi fasies laut dalam selama interval vertikal yang relatif tipis. Eosen Atas ditemukan dalam pembangunan bathyal di kedua daerah. Di pusat geografis Jawa (Lok Ulo, Banjarnegara area) sebuah melange yang menarik dari deposito dangkal dan dalam hadir, mulai usia Kapur Atas (Senoman / Turonian), lebih dari Paleosen untuk Eosen Atas. Paling mungkin kita berhadapan dengan campuran olistostromal, yang emplaced ke palungan selama Eosen Akhir. Observasi ini beberapa sedimen Eosen mengindikasikan periode tektonik aktif, yang melibatkan tidak hanya penurunan cepat dan pelanggaran tetapi juga diucapkan gradien topografi. Sejarah Paleogen dihentikan oleh peristiwa tektonik regional usia Oligosen Akhir. Hal ini dinyatakan sebagai fase pengendapan patahan dan selanjutnya kuat pada Shield Sunda dan sebagai fase lipat besar di Kalimantan Timur. Di daerah yang sedang dibahas melibatkan blok tektonik, gerakan transcurrent mungkin dan aktivitas gunung berapi luas. Para "andesit Lama" Selatan Jawa mungkin disebabkan fase ini. Selama waktu itu pengaturan struktural yang diciptakan untuk mengontrol pola sedimen Neogene.
4.3.2.2. NEOGENEDistribusi fasies dari Neogene tampaknya dikendalikan oleh posisi pra-ada daerah tinggi dan depresi intervensi. Tertinggi tersebut berasal selama fase Oligosen Akhir baik oleh aktivitas gunung berapi yang sederhana, atau merupakan hasil dari mengangkat dan memiringkan blok tektonik yang luas. Tinggi Karangbolong, Barat Pegunungan Progo dan beberapa tertinggi lepas pantai yang lebih kecil, kita akan kategorikan sebagai peninggalan yang sederhana vulkanik membangun-up. Di sisi lain Nusa Kambangan dan provinsi lepas pantai barat, Gunung Sewu tinggi dan lepas pantai timur provinsi harus dianggap sebagai daerah yang tinggi terangkat. Berikut Oligosen, kelautan awalnya dalam, sedimen muncul dan dipotong oleh erosi dalam waktu Miosen Akhir dan Awal Oligosen. Di antara depresi cekungan lepas pantai pusat dengan ekstensi darat nya (cekungan Kebumen) dan depresi Yogyakarta tampaknya telah terus-menerus dalam.Acara tektonik Oligosen Akhir tidak dinyatakan sebagai ketidakselarasan sudut di cekungan pusat. Berbeda dengan ini, lepas pantai barat cekungan dan mungkin cekungan Banyumas darat mulai mereda hanya dalam Miosen Awal. Urutan sedimen Neogene di pasang tidak lengkap dan terdiri terutama dari Dini: untuk laut dangkal kapur Mid Miosen 'yang menutupi unconformably yang "Andesit Tua" disebut. Daerah basinal diisi dengan clastics kelautan umumnya dalam komposisi variabel. Bahan klastik asal gunung berapi, mulai dari tufa berbutir halus ke tempat tidur batu ditemukan serta hari laut dalam, kadang-kadang interbedded dengan calci-goncangan karea. Kehadiran begitu banyak material vulkanik menunjukkan fase yang berbeda dari vulkanisme aktif selama Neogene tersebut. Para calciturbidites yang mungkin berasal dari daerah di mana laut dangkal kapur diendapkan pada vulkanik tertinggi yang kurang aktif. THC hubungan antara tinggi dan daerah yang rendah dapat menjadi yang terbaik digambarkan dari data sumur Alveolina (ALV-1) dan Borelis (BOR-1) lepas pantai dibor, di Provinsi Timur Tengah dan Provinsi masing-masing (fig.10). ALV-saya menemukan bagian yang terdiri dari dalam laut Pliosen tanah liat, atasnya sekitar 1000 'dangkal laut Miosen Tengah kapur. "Yang terakhir ini terletak pada kuat mencelupkan unconformably, tufa Oligosen Atas dan tanah liat. Sumur terendah di aglomerat vulkanik undatable. Bagian BOR-1 terdiri dari laut dalam, Pliosen dan Miosen tanah liat. Sumur terendah di basal bertanggal.Bagian Miosen tidak lengkap karena patahan lokal. Hal yang menarik bahwa Miosen Bawah tanah liat laut dalam dari BOR-1 berkorelasi seismik dengan ekstensi sisi turun dari karbonat Miosen Tengah dari ALV-1. Hal ini menunjukkan bahwa batugamping mulai disimpan di sisi yang tinggi Alveolina sudah selama Miosen Awal dan transgraded tinggi penuh hanya selama Miosen Tengah, ketika mereka menutupi area non-depositional/erosional mantan. Deposisi kapur berhenti kemudian selama Miosen Tengah, setelah periode penurunan meningkat sehingga di kedalaman air terlalu besar untuk produksi kapur. Sebagai karbonat build-up masih berdiri keluar sebagai tinggi diucapkan di dasar laut, selama Miosen Akhir pengendapan menjadi non. Baik Miosen Atas diendapkan clastics di sekitarnya sampai terendah batimetrik dipenuhi dan puncak tinggi menjadi tertutup oleh sedimen di sekitar awal Pliosen. Perkembangan sedimen selatan Jawa Tengah, berasal dari bagian permukaan dan sumur, diringkas dalam waktu / fasies Diagram (Gbr. 1 l). Inti dari semua pengetahuan kita stratigrafi diberikan dalam ara.12. Dengan menerapkan model sedimen dijelaskan di atas, dan dengan bantuan data seismik, adalah mungkin untuk membuat peta tentatif fasies atas wilayah Jawa Tengah Selatan (Gbr. 13 - 15). Dua besar dan satu kecil peristiwa tektonik regional yang tercermin dalam berbagai cara di urutan sedimen Neogene (Gbr. saya l, 12). Miosen Awal tectonism tercermin oleh penurunan cepat dari lepas pantai barat cekungan dan mungkin cekungan Banyumas darat. Ini melibatkan patahan dan vulkanik. Para volkanik hanya jelas tanggal (oleh paleontologi) waktu ini terjadi di Pegunungan Baturng, SE Yogyakarta.Namun, daerah kegiatan gunung berapi tua itu mungkin diaktifkan kembali: Barat Pegunungan Progo (van Bemmelen, 1949), Gabon volkanik (Mulhadiyono, 1973). Sebuah fase pertengahan Miosen tektonik tampaknya memiliki efek regional yang besar. Hal ini tercermin dari kesenjangan dalam sedimentasi tidak hanya pada semua tertinggi, tetapi juga di beberapa depresi (Yogyakarta area). Ini adalah berikut ini hal batugamping di lepas pantai "Alveolina"-tinggi tenggelam dan sedimentasi berhenti. Di Jawa fase baru volcanicity kuat dipicu. Sebuah peristiwa tektonik utama Pliosen Akhir usia menyebabkan tahap pertama dari daerah up-lift di Jawa itu disertai dengan volcanicity lipat dan luas.
4.4. Magmatik ARCJawa sering disebut sebagai contoh klasik hubungan kalk-alkalin magmatism penunjaman. Subduksi Samudera Hindia di bawah busur Sunda dianggap telah aktif setidaknya sejak Eosen ~ waktu, menurut rekonstruksi geodynamic (Hamil-ton tahun 1979, Katili 1975, Rangin et al. 1990). Geologi dan petrologi dari busur gunung berapi Sunda Kuarter telah menjadi subjek penyelidikan banyak (Hutchison 1982, Wheller et al. 1987) tapi lebih sedikit yang diketahui tentang magmatism Tersier. Eksposur dari batuan vulkanik tertua yang dikenal di Jawa terjadi sebagai fragmen dari kalk-alkalin lava dari Cretaceous akhir - umur Eosen di melange-jenis formasi batuan, misalnyaKarangsambung (Suparka dkk., 1990, Suparka dan Soeria Atmadja-, 1991). Eksposur dari kalk-alkali batuan vulkanik muda, dianggap sebagai Oligo-Miosen usia (van Bemmelen 1949), lebih luas. Mereka terkena sebagian besar di sepanjang pantai selatan Jawa, dan disebut sebagai "andesit Lama". Gunung berapi yang lebih baru dan aktif Jawa sering menimpa vulkanik dan / atau mengganggu-rock unit. Satuan batuan vulkanik yang diselingi dengan sedimen Neogene, dan batuan intrusi memotong sedimen. Namun, usia trek yang tersedia radiometrik atau fisi pada batuan magmatik Tersier relatif langka (Hehuwat 1976, Nishimura et al. 1978). Tampaknya bahwa lokasi sumbu dari busur magmatik beruntun di Jawa telah bergeser tidak lebih dari 60 km ke utara posisi sekarang dari busur Sunda Kuarter sejak Eosen / Oligosen. Investigasi oleh Bellon et al.(1989) dan Soeria Atmadja-dkk. (1990) telah menunjukkan bahwa aktivitas magmatik Tersier di Jawa berlangsung dalam dua periode yang berbeda: Eosen Akhir - Miosen Awal dan Miosen Akhir - Pliosen Akhir. Produk-produk dari acara sebelumnya telah membangun "andesit Lama", sedangkan yang kedua mungkin terkait dengan tahap awal kegiatan magmatik dari busur Sunda modern (Bellon et al. 1989). K-Ar penentuan waktu dari batuan magmatik di Jawa oleh Soeria Atmadja-et al (1994) menunjukkan bahwa dua tahap aktivitas gunung berapi dapat dibedakan selama periode Tersier. Yang sebelumnya berlangsung dari 40mA (Karangsambung dan Pacitan) untuk 19-18 Ma (Pacitan dan Pangandaran). Aktivitas vulkanik berikut terjadi antara 12 Ma (Pertamina 1988) atau 11 Ma (Bobotsari) sampai 2 Ma (Jatiluhur) dan digantikan oleh vulkanisme Kuarter dari busur Sunda. Kemungkinan adanya istirahat nyata dalam vulkanisme antara 18 dan 12 Ma dipertanyakan sebagai data baru pada K-Ar menunjukkan aktivitas vulkanik usia di 13,7 Ma (JM-61, Bayah) dan 15,3 Ma (PC-3, Pacitan). Mungkin kita hanya berurusan dengan kekurangan relatif dalam 18-12 Ma jangkauan.
4,5. Kuaterner JAWABatuan Kuarter di Jawa dapat dibagi menjadi produk non-vulkanik dan vulkanik. Non-vulkanik produk diwakili oleh Lower-sedimen Pleistosen Tengah laut sebagian besar non, dan hanya jumlah sedikit sedimen laut. Produk vulkanik terutama sebagai hasil dari Pleistosen Tengah untuk kegiatan vulkanik terbaru. Namun, jumlah sedikit Plio-Pleistosen untuk Turunkan material vulkanik Pleistosen juga telah ditemukan di daerah tertentu sebagai hasil dari aktivitas vulkanik tua kuaterner. Kuarterner sedimen yang terkena hampir di semua daerah di Jawa, terutama di bagian tengah dan utara pulau ini. Di Jawa Barat, sedimen kuaterner milik Formasi Citalang, tambakan dan Ciherang yang disimpan di non-lingkungan laut. Tambakan dan Formasi Citalang didistribusikan di pusat Jawa Barat, dan Ciherang Formasi di timur laut Jawa. Moluska air tawar dan fosil vertebrata ditemukan dalam formasi tersebut, tetapi tidak ada fosil homminid. Berdasarkan fosil vertebrata, usia dari formasi yang Turunkan Pleistosen Tengah. Pleistosen atas untuk produk vulkanik terbaru menutupi sedimen formasi tersebut. Ke arah timur dari wilayah Jawa Barat, batuan kuarterner baik terpapar di Area Bumiayu, Bumiayu dikenal sebagai Basin. Batuan tertua adalah sedimen laut non Formasi Cisaat (dikelompokkan dari sebelumnya dari Kaliglagah dan Mengger Formasi) dari Pleistocene Bawah, diikuti dengan Pembentukan Gintung Pleistosen Tengah. Formasi tersebut kemudian ditutup dengan Pleistosen Atas untuk produk vulkanik terbaru dari Formasi Linggopodo dan dari kegiatan Gunung Slamet. Moluska air tawar dan fosil vertebrata ditemukan di daerah ini, namun tidak ditemukan homminid dari formasi tersebut. Yang paling penting kuaterner di Jawa ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah dan di Zona Kendeng Jawa Timur. Daerah Sangiran terletak di sekitar 20 Km sebelah utara Solo, merupakan sebuah kubah dalam bentuk memanjang, dan sumbu kubah ini adalah utara-selatan bangsal, dengan gunung lumpur dan beberapa kesalahan blok di pusat kubah. Kubah Sangiran dibedah oleh beberapa sungai, dengan yang terbesar adalah Kali (sungai) Cemoro di bagian tengah kubah, mengalir dari barat ke arah timur. Sungai-sungai itu denudated bentuk wilayah bergelombang rendah bukit dan lembah di mana sedimen yang dipotong dalam kubah ini.Di daerah Sangiran dan di Zona Kendeng Jawa Timur, sedimen tertua adalah milik Formasi Kalibeng Pliosen Akhir di usia. Formasi ini terdiri dari lempung abu-abu berkapur dan marls yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Di atas Formasi Kalibeng yang disimpan Formasi Pucangan, terdiri dari breksi Iaharic di bagian bawah dan abu-abu kebiruan hitam dan tanah liat dengan interkalasi lapisan tipis tuf, diatomae dan tempat tidur moluska, yang disimpan dalam rawa-rawa, danau dan lingkungan laut dangkal selama Dini Pleistosen. Banyak vertebrata dan fosil Homo erectus telah ditemukan di tanah liat hitam Formasi Pucangan di daerah Sangiran. Formasi Pucangan adalah Formasi Kabuh dilapisi oleh, terdiri dari batupasir halus untuk tuffaceous sangat kasar dengan lensa dari konglomerat pumiceous interkalat oleh lumpur dan tanah liat hitam. Palang tempat tidur, tempat tidur paralel dan struktur menjelajahi sering ditemukan dalam batupasir dan konglomerat. Di Sangiran, konglomerat berkapur dipadatkan, padat dan kaya dengan fosil vertebrata dan homminid, ditemukan di bagian bawah dari Formasi Kabuh, dikenal sebagai "Layer Grenzbank". Formasi Kabuh kaya dengan fosil vertebrata dan Homo erectus Pleistosen Tengah di usia kemudian ditutup dengan Lahar Atas Formasi Notopuro. Formasi Notopuro dilapisi oleh urutan bolak tuffaceous batupasir, konglomerat dan lempung, dan lapisan lahar di bagian paling atas dari urutan ini yang milik Satuan Terraces Sungai. Fosil vertebrata Banyak ditemukan di Jawa, misalnyaStegodont trigonocephalus VK, Hippopotamus namadicus., Badak palaeosondaicus, Bubalus (Kerbau) lih paleokarabau dll. Fosil hominid, ditemukan terutama dari daerah Sangiran, dan jumlah sedikit dari Sambungmacan (Sragen) dan Patiayam (Jawa Tengah), dari Kedungbrubus, Trinil, Ngawi, Ngandong dan Perning (Mojokerto), Jawa Timur. Fosil-fosil hominid Meganthropus paleojavanicus terdiri dari, Homo (Pithecanthropus) erectus, Homo erectus mojokertensis, dan ngandongensis Homo erectus.